Kamis, 13 Januari 2022

Industrialisasi negara China

  

      Saat ini china telah menjadi macan asia yang terus mengembangkan perekonomiannya. China melakukan trnsformasi besar-besaran disegala aspek ekonomi. China yang awalnya melakukan industrialisasi secara tertutup pada tahun 1970-an, dimana china menutup diri dari dunia internasional. Sejak akhir tahun 1970-an China telah beralih dari negara yang tertutup menjadi sebuah negara yang terbuka terhadap investor-investor asing. Perekonomian China mulai berkembang pesat sejak pemerintahan Deng Xiaoping yang mulai membuka China sebagai negara yang mengundang investor asing yang membawa modal ke China dalam bentuk Foreign Direct Investment (FDI).  Hingga akhir tahun 1990-an China tercatat sebagai negara tujuan FDI terbesar di kawasan Asia. Peningkatan perekonomian ini didukung dengan manifestasi baru dari kapitalisme China, seperti; perusahaan-perusahaan swasta, pabrik-pabrik ekspor, bursa saham dan lain-lain.

Reformasi yang dilakukan oleh China untuk memperbaiki perekonomiannya pasca kebijakan ekonomi tertutup, diantaranya:

·         Melakukan pengahapusan secara bertahap ketergantungan terhadap kegiatan pertanian

·         Melakukan perluasan secara bertahap terkait dengan liberalisasi harga-harga

·         Desentralisasi kebijakan fiskal

·         Menambahkan kebijakan otonomi terhadap perusahaan-perusahaan negara

·         Membentuk diversifikasi sistem perbankan

·         Mengembangkan bursa pasar

·         Mempercapat pertumbuhan sektor-sektor swasta

·         Membuka kegiatan perdagangan asing dan investasi.

 

 

            Pada tahun 1990-an, china mencoba membuka diri untuk dunia internasional, dan China menjadi tujuan awal dari investasi. Tapi investasi yang dilakukan memiliki tantangan untuk pemerintahan China misalnya: kerusakan lingkungan dan pengangkatan  petani yang tadinya bekerja dipertanian sawah dan ladang menjadi buruh pabrik menyebabkan terjadinya kelaparan di China dan menewaskan 20.000 masyarakat China.

Penyelesaian masalah dichina memberikan dampak pada perkembangan  proliverisasi Nuklir dan manufaktur terbaik, otomitif dan baja juga menjadi industri yang berkembang cukup pesat di China, pemasokkan peralatan militer, serta kloning teknologi yang menjadikan China semakin tumbuh dalam industrialisasi.

Agar tidak tertinggal jauh dari negara lain, China agresif mendorong BUMN melakukan reverse engineering dan membuat kebijakan transfer teknologi dengan perusahaan multinasional. Contohnya penguasaan teknologi kereta api cepat. Pada 2004 Kementerian Kereta Api China menandatangani kontrak dengan Alstom untuk membuat kereta api cepat CRH5 Pendolino dengan kecepatan 250 km/jam sebanyak 60 set, tetapi 51 set dibuat di dalam negeri dengan perjanjian transfer teknologi kepada Changchun Railway Vehicle.

Pada 2005 Kementerian Kereta Api menandatangani kontrak kembali dengan Siemens untuk membangun CRH3 Velaro dengan perjanjian transfer teknologi kepada Tangshan Railway Vehicle. Kini China sudah menguasai teknologi industri berat, komputer sampai nano technology.

saat ini, menurut Bank Dunia, China tercatat sebagai negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto China mencapai 10 persen setiap tahunnya, sementara tingkat pertumbuhan industri mencapai 17 persen. China juga mengukuhkan diri sebagai negara pengekspor dan importir tebesar ketiga di dunia. Selama 30 tahun terakhir, China membebaskan setidaknya 600 juta penduduknya dari kemiskinan. 

Kehebatan ekonomi China adalah buah dari program reformasi ekonomi yang dimulai pada 1979. Deng Xiaoping, penggagasnya, meletakkan dasar bagi sistem ekonomi yang memungkinkan pasar bebas dan industri kecil di pedesaan berkembang pesat di seluruh negeri. Sesungguhnya usaha merombak total ekonomi China sudah pernah dilakukan ketika pemerintah Sosialis Komunis memenangi revolusi pada 1949. Mao Zedong dan Zhou Enlai yang berkuasa saat itu mencanangkan program The Great Leap Forward (Lompatan Besar ke Depan) pada 1958. Mereka berharap China menjadi negara industri maju dalam waktu singkat. Titik beratnya adalah pembangunan ekonomi yang berfokus pada industri mesin dan baja, juga produksi pangan untuk memenuhi kebutuhan domestik sekaligus ekspor.

Yang tak setuju program ini dihukum mati. Menurut Dali Yang dalam bukunya Calamity and Reform in China, pada 1958 setidaknya 550.000 orang dieksekusi karena alasan ini. Untuk merealisasikannya, pemerintah mengambil-alih lahan pertanian pribadi dan membentuk sistem pertanian komunal. Sementara ratusan juta pekerja dikerahkan demi tujuan industrialisasi. Kepala daerah berlomba-lomba menyenangkan pusat dan memfokuskan energi tenaga kerja di wilayah masing-masing untuk memproduksi besi dan baja. Di sisi lain pertanian terbengkalai, meski laporan ke pusat produksi pangan berlimpah ruah. 

Tahun 1959 terjadi wabah kelaparan di China, yang terparah dalam sejarah dunia. The Great Leap Forward berujung bencana kelaparan terbesar –The Great Leap Famine. Menurut Yang, para ahli memperkirakan bencana itu menelan korban jiwa antara 16,5 juta hingga 40 juta. Industrialisasi memang terjadi, namun menurut pengamat ekonomi Bank Dunia Justin Yifu Lin dalam tulisannya “China’s Miracle Demystified”, dimuat dalam blogs.worldbank.org, industri China saat itu membutuhkan sokongan yang amat besar dari pemerintah. Industri yang baru berkembang diizinkan melakukan monopoli, diberi subsidi amat besar, dan kerapkali pemerintah harus mengalokasikan sumberdaya ke banyak perusahaan yang sebenarnya tak punya kontribusi. Ekonomi China memang berkembang tapi amat jauh dari harapan.

Deng Xiaoping menyadari kelemahan reformasi ekonomi ala Mao. Format ekonomi baru yang dia canangkan didasarkan pada pemikiran bahwa ekonomi sosialis yang selama ini dianut China adalah salah satu penyebab lambatnya pertumbuhan. Deng, yang memimpin China setelah Mao wafat pada 1976, meyakinkan seluruh China bahwa sosialisme dan ekonomi pasar bukan dua hal yang bertentangan. Suatu hari dia bahkan pernah berkata bahwa “saripati dari sosialisme yang sesungguhnya adalah pembebasan dan pembangunan sistem produksi”. Deng menyebut program reformasinya sebagai gaige kaifang –reformasi dan membuka diri.

Investasi asing dilegalkan sejak 1979. Kebijakan ini memberikan dana segar yang dibutuhkan China untuk membangun infrastruktur. Selain itu, sentralisasi pertanian dihapuskan dan pemerintah memberi keleluasaan bagi industri swasta. Pada 1990 bursa saham pertama dibuka di Shanghai, diikuti penjualan industri milik negara pada 1997. Sementara dalam bukunya Chindia, Pete Engardio, jurnalis senior Business Week menyebutkan kekuatan China terletak pada kemampuannya memobilisasi modal serta tenaga kerja untuk membangun infrastruktur dan berproduksi dalam jumlah besar. Saat ini China tercatat sebagai negara manufaktur terbesar di dunia. Buruh yang dibayar sangat rendah, dengan ketrampilan yang tinggi, menghasilkan barang-barang berkualitas setara yang diproduksi negara maju tapi dengan harga jauh lebih murah. Hasilnya: barang-barang made in China membanjiri dunia. Dari elektronik, peralatan rumahtangga, tekstil, hingga otomotif.

Sama seperti Jepang, banyak industri di China meniru produk-produk dari luar negeri. Bedanya, Jepang kemudian mengembangkannya sementara China terang-terangan memalsukannya. Dalam Chindia, Pete Engardio menulis bahwa pada 2003 perusahaan obat terkemuka AS, Pfizer, harus menarik 16,5 juta tablet produknya karena ternyata palsu. Pada tahun yang sama, di Brasil terbongkar pemalsuan besar-besar cartridge tinta produksi Hewlett Packard.

Sejak 1996, di bawah tekanan Amerika yang mengancam akan mengenakan sanksi terhadap barang-barang ekspornya, pemerintah China memberlakukan serangkaian kebijakan dan hukum tentang perlindungan hal kekayaan intelektual serta menghukum pelaku pemalsuan. Pada 2001 China juga membuat sebuah kerangka kerja untuk memenuhi standar Kesepakatan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) tentang Perdagangan terkait Aspek Hak Kekayaan Intelektual. Namuan menurut Letkol David J.Clark  dalam Product Counterfeiting in China and One American Company’s Response, penegakan hukum lemah dan sanksi bagi para pemalsu relatif ringan. Kedua hal itu membuat pemalsuan terus merajalela.

Perusahaan seperti Pfizer kemudian menyelesaikan masalah itu sendiri. Simeon Bennett dalam “Pfizer Spies Find Spanish Villa, Gold Rolex in Fake Viagra Bust” yang dimuatBusiness Week menulis bahwa Pfizer menyewa mantan petugas pabean AS, agen FBI, ahli narkotika Turki, serta mantan polisi Hong Kong untuk memburu para pemalsu. Sementara perusahaan besar seperti Coca-Cola, Compaq, dan Gillette memutuskan untuk bergabung dengan asosiasi khusus seperti Quality Brands Protection Committee atau AntiCounterfeiting Coalition, Inc.

Pada 2004 dibangun “silicon valley” di Zhongguancun sebagai kawasan teknologi tinggi dan pusat penelitian dan pengembangan kelas dunia. Untuk akselerasi industrialisasi, pemerintah menggunakan kendaraan BUMN untuk berinvestasi besar-besaran dan membentuk banyak perusahaan JV antara BUMN dan MNC. Setelah kurang lebih 20 tahun, BUMN China termasuk perusahaan raksasa dunia. Akselerasi industrialisasi akan terwujud apabila semua berkomitmen, tidak hanya dari pemerintah pusat, tetapi juga dari pemerintahan provinsi, pemerintahan kabupaten, DPR, DPRD, lembaga hukum, termasuk para politisi memahami pentingnya kebijakan industrialisasi.

Di luar masalah yang dihadapinya, ekonomi China terus bertumbuh. Dalam tulisan “The Chinese Economic Miracle Can It Last?”, Burton G. Malkiel menyitir penerima Nobel Bidang Ekonomi tahun 1979, Sir W.Arthur Lewis, yang mengatakan pentingnya budaya dalam menjelaskan mengapa bangsa yang satu berkembang sementara yang lain stagnan. Kondisi yang dibutuhkan untuk pembangunan ekonomi berkelanjutan adalah penduduk yang punya etos kerja kuat, komitmen pada pendidikan, kesadaran untuk mengambil risiko, dan semangat kewirausahaan. Semuanya dimiliki China.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar