Saat
ini china telah menjadi macan asia yang terus mengembangkan perekonomiannya. China
melakukan trnsformasi besar-besaran disegala aspek ekonomi. China yang awalnya
melakukan industrialisasi secara tertutup pada tahun 1970-an, dimana china
menutup diri dari dunia internasional. Sejak akhir
tahun 1970-an China telah beralih dari negara yang tertutup menjadi sebuah
negara yang terbuka terhadap investor-investor asing.
Perekonomian China mulai berkembang pesat sejak pemerintahan Deng Xiaoping yang
mulai membuka China sebagai negara yang mengundang investor asing yang membawa
modal ke China dalam bentuk Foreign
Direct Investment (FDI). Hingga akhir tahun 1990-an China tercatat
sebagai negara tujuan FDI terbesar di kawasan Asia. Peningkatan perekonomian
ini didukung dengan manifestasi baru dari kapitalisme China, seperti;
perusahaan-perusahaan swasta, pabrik-pabrik ekspor, bursa saham dan lain-lain.
Reformasi yang
dilakukan oleh China untuk memperbaiki perekonomiannya pasca kebijakan ekonomi
tertutup, diantaranya:
·
Melakukan
pengahapusan secara bertahap ketergantungan terhadap kegiatan pertanian
·
Melakukan
perluasan secara bertahap terkait dengan liberalisasi harga-harga
·
Desentralisasi
kebijakan fiskal
·
Menambahkan
kebijakan otonomi terhadap perusahaan-perusahaan negara
·
Membentuk
diversifikasi sistem perbankan
·
Mengembangkan
bursa pasar
·
Mempercapat
pertumbuhan sektor-sektor swasta
·
Membuka
kegiatan perdagangan asing dan investasi.
Pada
tahun 1990-an, china mencoba membuka diri untuk dunia internasional, dan China
menjadi tujuan awal dari investasi. Tapi investasi yang dilakukan memiliki
tantangan untuk pemerintahan China misalnya: kerusakan lingkungan dan pengangkatan petani yang tadinya bekerja dipertanian sawah
dan ladang menjadi buruh pabrik menyebabkan terjadinya kelaparan di China dan
menewaskan 20.000 masyarakat China.
Penyelesaian masalah
dichina memberikan dampak pada perkembangan
proliverisasi Nuklir dan manufaktur terbaik, otomitif dan baja juga
menjadi industri yang berkembang cukup pesat di China, pemasokkan peralatan
militer, serta kloning teknologi yang menjadikan China semakin tumbuh dalam
industrialisasi.
Agar tidak tertinggal
jauh dari negara lain, China agresif mendorong BUMN melakukan reverse engineering dan membuat
kebijakan transfer teknologi dengan perusahaan multinasional. Contohnya
penguasaan teknologi kereta api cepat. Pada 2004 Kementerian Kereta Api China
menandatangani kontrak dengan Alstom untuk membuat kereta api cepat CRH5
Pendolino dengan kecepatan 250 km/jam sebanyak 60 set, tetapi 51 set dibuat di
dalam negeri dengan perjanjian transfer teknologi kepada Changchun Railway
Vehicle.
Pada 2005 Kementerian
Kereta Api menandatangani kontrak kembali dengan Siemens untuk membangun CRH3
Velaro dengan perjanjian transfer teknologi kepada Tangshan Railway Vehicle. Kini China sudah
menguasai teknologi industri berat, komputer sampai nano technology.
saat ini, menurut Bank
Dunia, China tercatat sebagai negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi
terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Tingkat pertumbuhan Produk
Domestik Bruto China mencapai 10 persen setiap tahunnya, sementara tingkat
pertumbuhan industri mencapai 17 persen. China juga mengukuhkan diri sebagai
negara pengekspor dan importir tebesar ketiga di dunia. Selama 30 tahun
terakhir, China membebaskan setidaknya 600 juta penduduknya dari
kemiskinan.
Kehebatan ekonomi China
adalah buah dari program reformasi ekonomi yang dimulai pada 1979. Deng
Xiaoping, penggagasnya, meletakkan dasar bagi sistem ekonomi yang memungkinkan
pasar bebas dan industri kecil di pedesaan berkembang pesat di seluruh negeri. Sesungguhnya
usaha merombak total ekonomi China sudah pernah dilakukan ketika pemerintah
Sosialis Komunis memenangi revolusi pada 1949. Mao Zedong dan Zhou Enlai yang
berkuasa saat itu mencanangkan program The Great Leap
Forward (Lompatan Besar ke Depan) pada 1958. Mereka berharap China menjadi
negara industri maju dalam waktu singkat. Titik beratnya adalah pembangunan
ekonomi yang berfokus pada industri mesin dan baja, juga produksi pangan untuk
memenuhi kebutuhan domestik sekaligus ekspor.
Yang tak setuju program
ini dihukum mati. Menurut Dali Yang dalam bukunya Calamity and Reform in
China, pada 1958 setidaknya 550.000 orang dieksekusi karena alasan ini. Untuk
merealisasikannya, pemerintah mengambil-alih lahan pertanian pribadi dan
membentuk sistem pertanian komunal. Sementara ratusan juta pekerja dikerahkan
demi tujuan industrialisasi. Kepala daerah berlomba-lomba menyenangkan pusat
dan memfokuskan energi tenaga kerja di wilayah masing-masing untuk memproduksi
besi dan baja. Di sisi lain pertanian terbengkalai, meski laporan ke pusat
produksi pangan berlimpah ruah.
Tahun 1959 terjadi
wabah kelaparan di China, yang terparah dalam sejarah dunia. The Great Leap Forward berujung bencana
kelaparan terbesar –The Great Leap Famine.
Menurut Yang, para ahli memperkirakan bencana itu menelan korban jiwa antara
16,5 juta hingga 40 juta. Industrialisasi memang terjadi, namun menurut
pengamat ekonomi Bank Dunia Justin Yifu
Lin dalam tulisannya “China’s Miracle
Demystified”, dimuat dalam blogs.worldbank.org,
industri China saat itu membutuhkan sokongan yang amat besar dari pemerintah.
Industri yang baru berkembang diizinkan melakukan monopoli, diberi subsidi amat
besar, dan kerapkali pemerintah harus mengalokasikan sumberdaya ke banyak
perusahaan yang sebenarnya tak punya kontribusi. Ekonomi China memang
berkembang tapi amat jauh dari harapan.
Deng Xiaoping menyadari
kelemahan reformasi ekonomi ala Mao. Format ekonomi baru yang dia canangkan
didasarkan pada pemikiran bahwa ekonomi sosialis yang selama ini dianut China
adalah salah satu penyebab lambatnya pertumbuhan. Deng, yang memimpin China
setelah Mao wafat pada 1976, meyakinkan seluruh China bahwa sosialisme dan
ekonomi pasar bukan dua hal yang bertentangan. Suatu hari dia bahkan pernah
berkata bahwa “saripati dari sosialisme yang sesungguhnya adalah pembebasan dan
pembangunan sistem produksi”. Deng menyebut program reformasinya
sebagai gaige kaifang –reformasi dan membuka diri.
Investasi asing
dilegalkan sejak 1979. Kebijakan ini memberikan dana segar yang dibutuhkan
China untuk membangun infrastruktur. Selain itu, sentralisasi pertanian
dihapuskan dan pemerintah memberi keleluasaan bagi industri swasta. Pada 1990
bursa saham pertama dibuka di Shanghai, diikuti penjualan industri milik negara
pada 1997. Sementara dalam bukunya Chindia,
Pete Engardio, jurnalis
senior Business Week menyebutkan kekuatan China terletak pada kemampuannya
memobilisasi modal serta tenaga kerja untuk membangun infrastruktur dan
berproduksi dalam jumlah besar. Saat ini China tercatat sebagai negara
manufaktur terbesar di dunia. Buruh yang dibayar sangat rendah, dengan
ketrampilan yang tinggi, menghasilkan barang-barang berkualitas setara yang
diproduksi negara maju tapi dengan harga jauh lebih murah. Hasilnya:
barang-barang made in China membanjiri dunia. Dari elektronik,
peralatan rumahtangga, tekstil, hingga otomotif.
Sama seperti Jepang,
banyak industri di China meniru produk-produk dari luar negeri. Bedanya, Jepang
kemudian mengembangkannya sementara China terang-terangan memalsukannya. Dalam Chindia,
Pete Engardio menulis bahwa pada 2003 perusahaan obat terkemuka AS, Pfizer,
harus menarik 16,5 juta tablet produknya karena ternyata palsu. Pada tahun yang
sama, di Brasil terbongkar pemalsuan besar-besar cartridge tinta
produksi Hewlett Packard.
Sejak 1996, di bawah
tekanan Amerika yang mengancam akan mengenakan sanksi terhadap barang-barang
ekspornya, pemerintah China memberlakukan serangkaian kebijakan dan hukum
tentang perlindungan hal kekayaan intelektual serta menghukum pelaku pemalsuan.
Pada 2001 China juga membuat sebuah kerangka kerja untuk memenuhi standar
Kesepakatan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) tentang Perdagangan terkait
Aspek Hak Kekayaan Intelektual. Namuan menurut Letkol David J.Clark
dalam Product Counterfeiting in China and One American Company’s Response,
penegakan hukum lemah dan sanksi bagi para pemalsu relatif ringan. Kedua hal
itu membuat pemalsuan terus merajalela.
Perusahaan seperti Pfizer kemudian menyelesaikan masalah
itu sendiri. Simeon Bennett dalam “Pfizer Spies Find Spanish Villa, Gold Rolex
in Fake Viagra Bust” yang dimuatBusiness Week menulis bahwa
Pfizer menyewa mantan petugas pabean AS, agen FBI, ahli narkotika Turki, serta
mantan polisi Hong Kong untuk memburu para pemalsu. Sementara perusahaan besar
seperti Coca-Cola, Compaq, dan Gillette memutuskan untuk bergabung dengan
asosiasi khusus seperti Quality Brands Protection Committee atau
AntiCounterfeiting Coalition, Inc.
Pada 2004 dibangun “silicon valley” di Zhongguancun sebagai
kawasan teknologi tinggi dan pusat penelitian dan pengembangan kelas dunia.
Untuk akselerasi industrialisasi, pemerintah menggunakan kendaraan BUMN untuk
berinvestasi besar-besaran dan membentuk banyak perusahaan JV antara BUMN dan
MNC. Setelah kurang lebih 20 tahun, BUMN China termasuk perusahaan raksasa
dunia. Akselerasi industrialisasi akan terwujud apabila semua berkomitmen,
tidak hanya dari pemerintah pusat, tetapi juga dari pemerintahan provinsi,
pemerintahan kabupaten, DPR, DPRD, lembaga hukum, termasuk para politisi
memahami pentingnya kebijakan industrialisasi.
Di luar masalah yang
dihadapinya, ekonomi China terus bertumbuh. Dalam tulisan “The Chinese Economic Miracle Can It Last?”, Burton G. Malkiel menyitir penerima Nobel Bidang Ekonomi tahun
1979, Sir W.Arthur Lewis, yang
mengatakan pentingnya budaya dalam menjelaskan mengapa bangsa yang satu
berkembang sementara yang lain stagnan. Kondisi yang dibutuhkan untuk
pembangunan ekonomi berkelanjutan adalah penduduk yang punya etos kerja kuat,
komitmen pada pendidikan, kesadaran untuk mengambil risiko, dan semangat
kewirausahaan. Semuanya dimiliki China.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar