Kamis, 21 Juli 2011

Subjek dan Objek Hukum Internasional

          Untuk lebih memperdalam lagi pengertian kita apa yang dimaksud dengan hukum internasional yang memiliki sub-sub yaitu subjek dan objek hukum internasional maka sebaiknya lebih banyak lagi embaca apa yang telah didapat dari itu semua.
A.   Subjek Hukum Internasional
           Subyek hukum internasional diartikan sebagai pemilik, pemegang atau pendukung hak dan pemikul kewajiban berdasarkan hukum internasional. Bukan berarti tidak ada badan-badan atau person-person, baik orang maupun badan hukum lain, yang yang dapat tercangkup dalam penguasaan atau kelimpahan hukum internasional[1]. Akan tetapi ada beberapa penulis tertentu yang menyatakan bahwa negara-negaralah[2] satu-satunya subjek hukum internasional. Keberatan terhadap teori-teori tersebut senantiasa dikaitkan dengan perkara budak-budak (slaves) dan juga perompak-perompak (pirates) sebagai dari akibat traktat-traktat umum[3]. Individu-individu yang melakukan tindak pidana perompakan jure gentium dilaut lepas dapat dianggap sebagai musuh umat manusia bertanggung jawab atas peghukuman oleh setiap negara yang menangkap mereka[4]. Adaya ketentuan umum yang melakukan budak-budak dan perompak-perompak jure gentium sebagai objek-objek, dan bukan dalam pengertian sebagai subjek-subjek hukum internasional.
           Adanya pertentang yang disampaikan oleh ahli hukum terkenal Kalsen (1881-1973) dan oara penganutnya mwnyatakan bahwa individu-individu itu sendiri yang merupakan yang merupakan subjek-subjek hukum internasional. Sedangkan samar-samar Westlake menyatakan:[5]
“kewajiban-kewajiban dan hak-hak negara-negara semata-mata adalah kewajiban-kewajiban orang-orang yang menjadi isi dari negara-negara itu.”
            Pada awal mula, dari kelahiran dan pertumbuhan hukum internasional, hanya negaralah yang dipandang sebagai subjek hukum internasional. Namuan, seiring perkembangan zaman telah terjadi perubahan pelaku-pelaku subyek hokum internasional itu sendiri. Dewasa ini subjek-subjek hukum internasional yang diakui oleh masyarakat internasional, adalah:
1.      Negara
Menurut Konvensi Montevideo 1949, mengenai Hak dan Kewajiban Negara, kualifikasi suatu negara untuk disebut sebagai pribadi dalam hukum internasional adalah:
penduduk yang tetap, mempunyai wilayah (teritorial) tertentu; pemerintahan yang sah dan kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain. Jadi dapat dikatakan konsep negara dipakai utuk menyatakan dalam bahasa teknis keadaan-keadaan hukum dimana individu-individu itu sendiri terikat untuk bertindak dan menerima beberapa keuntungan tertentu atas nama kolektivitas umat manusia dimana mereka menjadi anggotanya[6].
2.      Organisasi Internasional
Menurut Theodore A Couloumbis dan James H. Wolfe Organisasi internasional mempunyai klasifikasi, yakni:
·         Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan secara global dengan maksud dan         tujuan yang bersifat umum, contohnya adalah Perserikatan Bangsa Bangsa ;
·         Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan global dengan maksud dan tujuan yang bersifat spesifik, contohnya adalah World Bank, UNESCO, International Monetary Fund, International Labor Organization, dan lain-lain;
·         Organisasi internasional dengan keanggotaan regional dengan maksud dan tujuan global, antara lain: Association of South East Asian Nation (ASEAN), Europe Union.
3.      Palang Merah Internasional
Pada awal mulanya, Palang Merah Internasional merupakan organisasi dalam ruang lingkup nasional, yaitu Swiss, didirikan oleh lima orang berkewarganegaraan Swiss, yang dipimpin oleh Henry Dunant dan bergerak di bidang kemanusiaan. Kegiatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Palang Merah Internasional mendapatkan simpati dan meluas di banyak negara, yang kemudian membentuk Palang Merah Nasional di masing-masing wilayahnya. Palang Merah Nasional dari negar-negara itu kemudian dihimpun menjadi Palang Merah Internasional (International Committee of the Red Cross/ICRC) dan berkedudukan di Jenewa, Swiss. . (Phartiana, 2003; 123)
4.      Tahta Suci Vatikan
Tahta Suci Vatikan di akui sebagai subyek hukum internasional berdasarkan Traktat Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara pemerintah Italia dan Tahta Suci Vatikan mengenai penyerahan sebidang tanah di Roma. Perjanjian Lateran tersebut pada sisi lain dapat dipandang sebagai pengakuan Italia atas eksistensi Tahta Suci sebagai pribadi hukum internasional yang berdiri sendiri, walaupun tugas dan kewenangannya, tidak seluas tugas dan kewenangan negara, sebab hanya terbatas pada bidang kerohanian dan kemanusiaan, sehingga hanya memiliki kekuatan moral saja, namun wibawa Paus sebagai pemimpin tertinggi Tahta Suci dan umat Katholik sedunia, sudah diakui secara luas di seluruh dunia. Oleh karena itu, banyak negara membuka hubungan diplomatik dengan Tahta Suci, dengan cara menempatkan kedutaan besarnya di Vatikan dan demikian juga sebaliknya Tahta Suci juga menempatkan kedutaan besarnya di berbagai negara. (Phartiana, 2003, 125)
5.      Kelompok Pemberontak atau Pembebasan atau Beligerensi (belligerent)
Kaum belligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat dari masalah dalam negeri suatu negara berdaulat. Oleh karena itu, penyelesaian sepenuhnya merupakan urusan negara yang bersangkutan. Namun apabila pemberontakan tersebut bersenjata dan terus berkembang, seperti perang saudara dengan akibat-akibat di luar kemanusiaan, bahkan meluas ke negara-negara lain, maka salah satu sikap yang dapat diambil oleh adalah mengakui eksistensi atau menerima kaum pemberontak sebagai pribadi yang berdiri sendiri, walaupun sikap ini akan dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah negara tempat pemberontakan terjadi. Dengan pengakuan tersebut, berarti bahwa dari sudut pandang negara yang mengakuinya, kaum pemberontak menempati status sebagai pribadi atau subyek hukum internasional
6.      Individu
Lahirnya Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) pada tanggal 10 Desember 1948 diikuti dengan lahirnya beberapa konvensi-konvensi hak asasi manusia di berbagai kawasan, menyatakan individu adalah sebagai subyek hukum internasional yang mandiri.
7.      Perusahaan Multinasional (MNC)
Eksistensi MNC dewasa ini, memang merupakan suatu fakta yang tidak bisa disangkal lagi. Di beberapa tempat, negara-negara dan organisasi internasional mengadakan hubungan dengan perusahaan-perusahaan multinasional yang kemudian melahirkan hak-hak dan kewajiban internasional, yang tentu saja berpengaruh terhadap eksistensi, struktur substansi dan ruang lingkup hukum internasional itu sendiri.
            Subyek hukum internasional juga dapat didefinisikan sebagai pihak yang dapat dibebani hak dan kewajiban yang diatur oleh Hukum Internasional atau setiap negara, badan hokum (internasional) atau manusia yang memiliki hak dan kewajiban dalam hubungan internasional.
            Jadi dapat dikatakan munculnya subyek hukum bukan negara sebagai salah satu subyek hukum Internasional adalah tidak terlepas dari perkembangan hukum Internasional itu sendiri. Semakin berkembangnya keberadaan organisasi Internasional, serta adanya organisasi-organisasi lain yang bersifat khusus yang keberadaannya secara fungsional kemudian diakui sebagai subyek hukum internasional yang bukan negara. Diantaranya adalah vatikan atau tahta suci, Palang Merah Internasional, Pemberontak atau Belligerent. Bahkan  pada perkembangannya tindakan individu yang mewakili negara dan bertindak dalam kapasitasnya sebagai wakil negara juga dianggap sebagai subyek hukum Internasional bukan negara.


Subyek Hukum Internasional dapat diartikan sebagai negara atau kesatuan-kesatuan bukan negara yang dalam keadaan tertentu memiliki kemampuan untuk  menjadi pendukung hak dan kewajiban berdasarkan Hukum Internasional.
Kemampuan untuk menjadi pendukung hak dan kewajiban ( Legal capacity) ini antara lain meliputi :
a.   Kempuan untuk mengajukan klaim-klaim (How to make claims).
b.   Kemampuan untuk mengadakan dan membuat perjanjian-perjanjian (How to make agreements)
c.   Kemampuan untuk  mempertahankan hak miliknya serta memiliki kekebalan-kekebalam (To enjoy of privileges and immunities)
Kemampuan untuk menjadi pendukung hak dan kewajiban bagi subyek hukum Internasional dapat ditinjau dari dua aspek yaitu:
1.   Dasar Hukum Berdirinya
2.   Advisory opinion atau berdasarkan Keputusan atau Pendapat  “International Court of justice”
Dengan meninjau dua aspek di atas maka legal capacity dari subyek hukum Internasional dalam bentuknya yang moderen dimana subyek hukum internasional tidak hanya terbatas pada negara sebagai satu-satunya subyek hukum internasional (pandangan klasik), maka kiranya perlu dikemukakan beberapa subyek hukum internasional yang merupakan kesatuan-kesatuan bukan negara khususnya mengenai legal capacitynya.
a.       Organisasi Internasional
Dasar Hukum yang menyatakan bahwa Organisasai Internasional adalah subyek Hukum Internasional adalah pasal 104 Piagam PBB.
b.      Individu
Dasar Hukum:
1.   Perjanjian Versailles 1919 pasdal 297 dan 304
2.   Perjanjian Uppersilesia 1922
3.   Keputusan Permanent Court of Justice 1928
4.   Perjanjian London 1945 (inggris, Perancis, Rusia, dan USA)
5.   Konvensi Genocide 1948.
c.       Pemberontak/ Pihak yang bersengketa
Dasar Hukumnya :
1.   Hak Untuk Menentukan nasib sendiri
2.   Hak untuk memilih sistem ekonomi, sosial dan budaya sendiri.
3.   Hak untuk menguasai sumber daya alam.
d.      Tahta Suci atau Vatican
Dasar Hukumnya :
Lateran Tretay (11 Februari 1929)
e.       Palang Merah Internasional
Dasar Hukumnya:
1.      Internasional Committee of Red Cross (ICRC)
2.      Konvensi Jenewa 1949 tentang Perlindungan Korban Perang.

beberapa literatur menyebutkan bahwa negara adalah subyek hukum internasional yang utama, bahkan ada literatur yang menyatakan bahwa negara adalah satu-satunya subyek hukum internasional. Alasan yang mendasari pendapat yang menyakatan bahwa negara adalah subyek hukum internasional yang utama adalah:
a.       Hukum Internasional megatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban negara, sehingga yang harus diurus oleh hukum internasional terutama adalah negara.
b.      Perjanjian Internasional merupakan sumber hukum Internasional yang utama dimana negara yang paling berperan menciptakannya sehingga secara tidak langsung negara adalah subyek hukum internasional yang utama.
B.   Objek Hukum Internasional
            Objek hukum internasional adalah pokok-pokok
 permasalahan yang dibicarakan atau dibahas dalam hukum internasional. Namun, kawasan geografis suatu Negara (difined territory) juga dapat dikatakan sebagai objek hukum internasional dikarenakan sifat objek hukum internasional hanya bias dikenai kewajiban tanpa bias menuntuk haknya. Objek hukum merupakan sesuatu yang dapat berguna bagi subyek hukum dan dapat menjadi suatu pokok hubungan hukum yang dilakukan oleh subyek-subyek hukum, biasanya dinamakan benda atau hak yang dapat dimiliki dan dikuasai oleh subyek hukum.
Contoh-contoh objek hukum internasional adalah:
·         Hukum Internasional Hak Asasi Manusia
             Hukum Internasional hak asasi manusia adalah semua norma hukum internasional yang ditunjukkan untuk menjamin perlindungan terhadap pribadi (individu)
·         Hukum Humaniter Internasional
            Hukum Humaniter Internasional adalah semua norma hokum internasional yang bertujuan memberi perlindungan pada saat timbul konflik bersenjata bukan internasional, kepada anggota pasukan tempur yang tidak bias lagi menjalankan tugasnya lagi, atau orang-orang yang tidak terlibat dalam pertempuran
·         Hukum Kejahatan terhadap Kemanusiaan (massal)
            Istilah ini dikeluarkan oleh pengadilan Nurenberg untuk perbuatan kejam Nazi Jerman terhadap warga negaranya sendiri. Namun, dewasa ini genosida (pembunuhan massal dilatar belakangi kebencian terhadap etnis, suku tertentu) juga termasuk dalam hukum ini.
            Objek hukum internasional dapat berubah disebabkan dunia global dan internasional yang bersifat dinamis (selalu berubah). Sehingga tindak lanjut dari hukum internasional itu sendiri akan berubah mengikuti arus perkembangan zaman dan permasalahan baru yang akan timbul dalam hubungan internasional kedepannya. Seperti permasalahan yang terbaru saya baca di internet yakni kasus perompakan kapal-kapal laut di Somalia. Kasus ini menyebabkan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) mengeluarkan resolusi agar kejadian ini tidak terulang kembali.
            Objek hukum internasional dapat hilang. Objek hukum internasional telah saya sebutkan tadi diatas bahwa wilayah geografis termasuk didalamnya. Dalam kaitan ini, saya mencoba menghubungkan dengan kepulauan yang berada di sebelah timur laut Australia. Pulau-pulau yang kebanyakan tak berpenghuni ini dijadikan Prancis (pulau ini dibawah kekuasaan Prancis) dijadikan sebagai ajang uji coba Nuklir mereka. Sehingga, dampak dari uji coba ini adalah hilangnya (tenggelam) pulau tersebut. Dalam hal lain, kasus perebutan pulau Malvinas/Falkland (Inggris-Argentina) juga dapat dijadikan referensi sebagai hilangnya objek internasional. Pulau Malvinas (penyebutan oleh orang Argentina dan Falkland oleh orang Inggris) adalah pada mulanya milik Argentina. Namun, Inggris mengklaim pulau tersebut sehingga menyebabkan tejadi perang dimana Argentina kalah dan harus merelakan “hilang” nya pulau tersebut dari peta geografis wilayah Argentina.
           Dari resume sebelumnya dapat dilihat bahwa objek dari hukum internasional ialah badan hukum internasional yaitu negara dan organisasi internasional. Hubungan yang terjalin antara badan hukum internasional adalah hubungan internasional dalam artian bukan dalam scope wilayah tertentu, ia merupakan hubungan luar negeri yang melewati batas teritorial atau geografis negara, berlainan dengan hukum negara yang hanya mengatur hubungan dalam negeri . Kaedah hukum internasional ialah kaedah wajib, seperti layaknya semua kaedah hukum, dan ini yang membedakan antara hukum internasional dengan kaedah internasional yang berlaku dinegara tanpa memiliki sifat wajib seperti life service dan adat kebiasaan internasional. Oleh karena itu, hukum internasional harus senantiasa dikawal oleh semua Negara sehingga praktek hukum yang dilakukan oleh semua Negara di dunia ini berlandaskan pada keadilan dan kemanusiaan


KESIMPULAN
            Jadi dapat dikatan bahwa Subyek dan Objek hokum internasional dapat berubah. Seperti apa yang terjadi pada perang Serbia-Bosnia (perang Balkan), dimana Mahkamah Internasional (ICJ) akhirnya menjatuhkan hukuman secara individu terhadap petinggi militer Serbia karena dianggap sebagai orang-orang yang paling bertanggung jawab terhadap pembantaian kaum muslim Bosnia. Mantan petinggi militer Serbia yang diadili antara lain, Kepala Staff militer Serbia, Ljubisa Beara; Vujadin Popovic, pejabat militer yang bertanggung jawab atas pengerahan polisi militer, Ljubomir Borovcanon, Deputi Komandan Polisi Khusus Serbia; Vinko Pandurevic, Komandan Brigade yang melakukan serangan dan Drago Nikolic, Kepala Brigade Keamanan militer Serbia. Dari hal ini, saya dapat menyimpulkan bahwa telah terjadi perubahan status subyek hukum internasional itu sendiri yaitu, perang ini melibatkan negara (Serbia), namun pada akhirnya mahkamah menjatuhkan hukuman terhadap individu.
           
DAFTAR PUSTAKA
-                      Briely.J.L. Hukum Bangsa-Bangsa(Suatu Penghantar Hukum Internasional). Bathara. Jakarta. 1996.
-                      Kusumaatmadja. Mochtar. Pengantar Hukum Internasional. Bina Cipta. Bandung. 1977.
-                      Starke.J.G.Pengantar Hukum Internasional. Sinar Grafika. Jakarta. 1989.


[1] Lihat Oppenheim, International Law Vol. 1 (edisi ke 8, 1955) hal 19-22; W. Paul Gormley, The Prcsedural Status of the Individual Befora International and Supranational Tribunals (1966);Norgaard, The Position of the Individual in International Law (1962); Rousseau, Droit International Public Vol II (1974), Les Suject de Droit; H. Mosler; Subject of International Law” dalam Encyclopaedia of Public International Law Vol 7 (1984), hal 442-459; D.H. Ott, Public International Law in the Modern World (1987/ hal 81-83
[2] Istilah “subjek hukum internasional” dapat berarti :(a) pemegang hak-hak dan kewajiban menurut hukum internasional; (b) pemegang privilege procedural untuk mengajukan tntutan di muka sebuah pengdilan internasional dan (c) pemilik kepentingan-kepentingan untuk mana dibuat ketentuan oleh hukum internasional. Ketiga arti ini tidak selalu dibedakan dalam literature menyangkut mengenai hal apakah individu dan kesatuan non-negara dapat menjadi subjek hukum internasional.
[3] Lihat misalnya pasal 13 pada konvensi jenewa laut Lepas tanggal 29 April 1958. Pasal 99 konvensi PBB tentang hukum Laut tanggal 10 Desember 1982
[4] Lihat dalam pembahasan bab 8 dan bab 9
[5] Callected Papers (1914) Vol 1, hal 78. Pengaruh yang sama adala bagian dalam kajian Profesor Scelle di Lipsky (ed), Law and Politic in the World Community (1953) hal 56
[6] Lihat Kelsen (1926) 14 Hague Recueil 231, hal 239, dst.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar