Kamis, 04 September 2014

Globalisasi dan Sektor Pertanian : Studi Kasus Nasib Sektor Pertanian Indonesia yang saat ini “Rawan Pangan” Tahun 2008-2012.
 Latar Belakang
Menurut laporan World Food Program (WFP) tahun 2009 diperkirakan 854 juta jiwa diseluruh dunia terancam kelaparan, dimana kelompok rawan pangan ini akan mengalami penambahan 4 juta jiwa per tahun. Adapun penyebab dari rawan pangan tersebut adalah pertambahan penduduk, kerusakan lingkungan, konversi lahan dan penurunan kualitas lahan pertanian, tingginya bahan bakar fosil, perubahan pole konsumsi, pemanasan global dan perubahan iklim, dan kebijakan lembaga keuangan internasional dan Negara maju. Pertanian Indonesia mulai mengalami krisis saat IMF dan WB mendikte sector pertanian Indonesia. Selama 20 tahun terakhir, pemerintah RI telah mengadopsi kebijakan pangan ala neo-liberal yang sangat pro pasar bebas (free-market).
 Beberapa bentuk kebijakan yang telah diambil antara lain: penghapusan dan atau pengurangan subsidi, penurunan tarif impor komoditi pangan yang merupakan bahan pokok, dan pengurangan peran pemerintah dalam perdagangan bahan pangan. Naiknya harga berbagai bahan pangan dalam kenyataannya relatif tidak membawa keuntungan bagi petani. Nilai tambah dari kondisi membaiknya harga bahan pangan ternyata dinikmati oleh kaum  pedagang.
Organisasi dunia buruh tani dan petani dunia La Via Campesina mengeluarkan konsep alternatif yang disebut kedaulatan pangan (food sovereignty). Kedaulatan pangan didefinisikan sebagai hak sebuah negara dan petani untuk menentukan kebijakan pangannya dengan memprioritaskan produksi pangan lokal untuk kebutuhan sendiri, menjamin ketersediaan tanah subur, air, benih, termasuk pembiayaan untuk para buruh tani dan petani kecil serta melarang adanya praktek perdagangan pangan dengan cara dumping.
Hak menentukan kebijakan pangan sendiri yang dimaksud oleh kedaulatan pangan adalah bahwasanya para buruh tani dan petani itu sendiri yang menentukan pemilihan cara produksi, jenis teknologi, hubungan produksi, distribusi hingga menyangkut masalah keamanan pangan. Karena itu melalui kedaulatan pangan semua jenis aktivitas produksi pangan harus dikerjakan oleh para petani itu sendiri, sehingga yang dinamakan kedaulatan pangan tersebut dimiliki oleh petani bukan oleh pengusaha. Factor yang membuat pemerintah mengambil kebijakan Inpor diantaranya Kebutuhan dalam negeri yang amat besar, Harga di pasar international yang rendah, produksi dalam negeri yang tidak mencukupi, Adanya bantuan kredit impor dari negara Eksportir.
Saat ini Indonesia mengalami kondisi rawan pangan untuk itu beberapa kesepakatan Internasional dibuat untuk membantu kedaulatan pangan Indonesia. Dari data yang didapat ketersediaan lahan yang mulai menurun dengan [otensi kehilangan produksi padi sebesar 506.000 ton/tahun. Daln lebih dari 70% total penduduk pedesaan adalah petani. Setidaknya ada tiga pilar yang perlu dibangun guna mendukung sektor pertanian memiliki dampak yang positif terhadap kaum miskin sebagaimana yang diungkapkan oleh Prowse dan Chimhowu (2007) dalam studinya yang bertajuk “Making Agriculture Work for The Poor” yakni :Pertama pentingnya pembangunan infrastruktur yang mendukung perekonomian masyarakat. Kedua, perluasan akses pendidikan. Ketiga, penyediaan informasi baik melalui kearifan lokal setempat maupun fasilitasi dari pemerintah. Rumusan masalah yang akan diteliti adalah “Bagaimana nasib sektor pertanian Indonesia di era Globalisisa dalam menghadapi rawan pangan tahun 2008-2012?”

Teori yang digunakan adalah Globalisasi yang merujuk kepada empat kekuatan ataupun proses di dalam perekonomian global yaitu: Internasionalisasi (internationalization): menggambarkan peningkatan transaksi antar negara, berupa perdagangan, investasi dan modal. Proses internasionalisasi juga didukung oleh kebijakan yang membolehkan terjadinya transaksi perusahaan swasta di luar negeri. Revolusi teknologi: mengacu pada cara-cara berkomunikasi yang modern (internet, satelit, komputer). Hal ini menyebabkan jarak dan lokasi bukan lagi sebuah halangan bagi pemerintah ataupun aktor-aktor lain. Deterritorialization: proses hilangya pengaruh batasan-batasan teritorial (wilayah) akibat pengaruh revolusi teknologi. Liberalisasi: kebijakan-kebijakan pemerintah yang mengurangi peran negara di dalam perekonomian. Misalnya pengurangan pajak atau halangan perdagangan lainnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar