Kamis, 04 September 2014

Perlawanan La Via Campesina Terhadap Program Liberalisme Pertanian WTO
Konsepsi Laissez-Faire, dalam kebijakan ekonomi domestic merupakan sebuah konsep tanpa intervasi dari negara atau pemerintah. Pembatasan keterlibatan negara ini dimaksudkan untuk mengurangi proteksi perdagangan dan pajak yang tinggi, sehingga mobilitas barang dan jasa dunia sangat terbatas. Gagasan ini sangat dominan pada abad 19. Tuntutan liberalisasi perdagangan pada berbagai sektor mulai berkembang terutama di Inggris melalui peraturan perdagangan gandum. Pada dekade 1980an tuntutan liberalisasi mulai di degungkan seiring dengan berkembangnya neoliberalisme, dan dijadikannya gagasan ini sebagai landasan utama institusi internasional yang berkaitan dengan perdagangan dan moneter internasional, lembaga-lembaga finansial intenasional seperti halnya IMF, WTO, dan Bank Dunia.
Perdagangan bebas yang merupakan bagian dari globalisasi ekonomi telah mempengaruhi seluruh sendi kehidupan di dunia termasuk sektor pertanian. Sektor pertanian sebagai produk andalan Negara berkembang secara tidak langsung turut serta mengikuti arus globalisasi dan perdagangan bebas. Atas nama kebijakan perdagangan bebas inilah seluruh anggota WTO (World Trade Organization), diwajibkan menyepakati perjanjian liberalisasi pertanian yang dikenal dengan nama AoA (Agreement on Agriculture).  Liberalisasi pertanian AoA sesungguhnya berangkat dari keinginan untuk menghilangkan kemiskinan dengan cara membuat negara-negara maju bisa mendapatkan produk yang lebih murah sementara pada saat yang bersamaan negara-negara berkembang bisa meningkatkan pendapatan kelompok masyarakat dengan penghasilan rendah, terutama petani, dengan cara melakukan ekspor ke negara-negara maju. Meskipun secara teoritis atau rumusan di atas kertas pada Agreement on Agriculture-nya WTO disebutkan “fair trade” bukan “free trade”, tapi pada implementasinya tetap saja ada unsur ketidakadilan dan ketimpangan yang dialami oleh Negara-negara berkembang.
Neo-Liberalisme memang telah menjadi ancaman strategis bagi mata pencarian dan kehidupan petani miskin dan tak bertanah, tenaga kerja upahan dan petani kecil baik dinegara-negara selatan maupun utara. Kegiatan pembangunan ekonomi yang berlandaskan Noe-Liberalisme cenderung merampas hak petani kecil dan masyarakat atas tanah. Petani sendiri tak berdaya untuk melakukan pembelaan, sehingga kehidupan mereka semakin termarjinalisasi atau bahkan tersingkirkan dari “habitat” mereka sendiri. Kecenderungan seperti merupakan akibat gabungan kebijakan pemerintah suatu negara dalam kerangka kerjasama internasional. Dari uraian diatas, rumusan masalah yang akan dibahas adalah “Bagaimana Perlawanan kelompok tani Internasional (La Via Campesina) terhadap program liberalisasi pertanian global (WTO)?”
Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua buah konsep yaitu liberalisasi ekonomi dan gerakan sosial. Pertama, Konsep liberalisasi ekonomi. Secara umum liberalisasi ekonomi dipahami sebagai bentuk pembebasan pasar dari segala regulasi maupun kondisi-kondisi yang dapat menghalangi aktivitas aktor-aktor didalamnya. Konsep liberalisme ekonomi yang menjadi mainstream dari struktur ekonomi-politik global meliputi, pentingnya pasar persaingan sempurna (pasar bebas), minimalnya (bahkan hilangnya) peran negara dalam mengintervensi logika pasar, prioritas pada pertumbuhan ekonomi, dan pemotongan anggaran publik (subsidi), dan integrasi penuh ekonomi domestic kedalam mekanisme ekonomi global, turut memberikan andil penting terhadap hilangnya kemandirian Negara dalam mengelola perekonomiannya, termasuk sektor pertanian bagi Negara-negara miskin dan berkembang (yang juga sebagian besarnya menekankan formasi ekonominya pada sektor agraris). Kedua, Konsep gerakan sosial. Gerakan sosial biasanya didefinisikan sebagai gerakan bersama sekelompok orang atau masyarakat yang terorganisir tetapi informal bersifat lintas kelompok untuk menentang atau mendesakkan perubahan.  Lebih lanjut, social movement, berfungsi untuk melakukan counter terhadap ideology dominan yang menggunakan logika matematis sebagai dasar rasionalitasnya, seperti yang dianut oleh ideologi neoliberalisme.

Dengan demikian, bisa diidealkan bahwa gerakan social sesungguhnya berangkat dari kesadaran sekelompok orang atas kepentingannya. Meskipun selalu dibutuhkan kepemimpinan di dalam semua gerakan sosial tersebut, tetapi keuntungan (valueadded) dan capaiannya selalu harus kembali kepada konstituen gerakan dan bukan kepada pemimpinnya. Gerakan tani internasional yang dikenal dengan La Via Campesina sebagai sebuah gerakan alternatif counter-hegemony telah menjadi sebuah gerakan internasional yang massive dalam memperjuangkan sebuah gagasan basar yaitu kesejahteraan petani di negara-negara berkembang dan melawan institusi yang identik dengan neo-liberalisme seperti World Trade organization (WTO).

1 komentar:

  1. Makasih mbakyu....
    jgn sungkan berkunjung di suramutto.blogspot.com hehe

    BalasHapus