Perlawanan
La Via Campesina Terhadap Program Liberalisme Pertanian WTO
Konsepsi Laissez-Faire, dalam kebijakan
ekonomi domestic merupakan sebuah konsep tanpa intervasi dari negara atau
pemerintah. Pembatasan keterlibatan negara ini dimaksudkan untuk mengurangi
proteksi perdagangan dan pajak yang tinggi, sehingga mobilitas barang dan jasa
dunia sangat terbatas. Gagasan ini sangat dominan pada abad 19.
Tuntutan liberalisasi perdagangan pada berbagai sektor mulai berkembang
terutama di Inggris melalui peraturan perdagangan gandum. Pada dekade 1980an
tuntutan liberalisasi mulai di degungkan seiring dengan berkembangnya
neoliberalisme, dan dijadikannya gagasan ini sebagai landasan utama institusi
internasional yang berkaitan dengan perdagangan dan moneter internasional,
lembaga-lembaga finansial intenasional seperti halnya IMF, WTO, dan Bank Dunia.
Perdagangan bebas yang
merupakan bagian dari globalisasi ekonomi telah mempengaruhi seluruh sendi
kehidupan di dunia termasuk sektor pertanian. Sektor pertanian sebagai produk
andalan Negara berkembang secara tidak langsung turut serta mengikuti arus
globalisasi dan perdagangan bebas. Atas nama kebijakan perdagangan bebas inilah
seluruh anggota WTO (World Trade Organization), diwajibkan
menyepakati perjanjian liberalisasi pertanian yang dikenal dengan nama AoA (Agreement
on Agriculture). Liberalisasi
pertanian AoA sesungguhnya berangkat dari keinginan untuk menghilangkan
kemiskinan dengan cara membuat negara-negara maju bisa mendapatkan produk yang
lebih murah sementara pada saat yang bersamaan negara-negara berkembang bisa
meningkatkan pendapatan kelompok masyarakat dengan penghasilan rendah, terutama
petani, dengan cara melakukan ekspor ke negara-negara maju. Meskipun secara teoritis
atau rumusan di atas kertas pada Agreement on Agriculture-nya WTO
disebutkan “fair trade” bukan “free trade”, tapi pada
implementasinya tetap saja ada unsur ketidakadilan dan ketimpangan yang dialami
oleh Negara-negara berkembang.
Neo-Liberalisme memang
telah menjadi ancaman strategis bagi mata pencarian dan kehidupan petani miskin
dan tak bertanah, tenaga kerja upahan dan petani kecil baik dinegara-negara selatan
maupun utara. Kegiatan pembangunan ekonomi yang berlandaskan Noe-Liberalisme cenderung
merampas hak petani kecil dan masyarakat atas tanah. Petani sendiri tak berdaya
untuk melakukan pembelaan, sehingga kehidupan mereka semakin termarjinalisasi
atau bahkan tersingkirkan dari “habitat” mereka sendiri. Kecenderungan seperti merupakan
akibat gabungan kebijakan pemerintah suatu negara dalam kerangka kerjasama
internasional. Dari uraian diatas, rumusan masalah yang akan dibahas adalah “Bagaimana Perlawanan kelompok tani Internasional
(La Via Campesina) terhadap program liberalisasi pertanian global (WTO)?”
Dalam penelitian ini
penulis menggunakan dua buah konsep yaitu liberalisasi ekonomi dan gerakan
sosial. Pertama, Konsep liberalisasi ekonomi. Secara umum liberalisasi
ekonomi dipahami sebagai bentuk pembebasan pasar dari segala regulasi maupun kondisi-kondisi
yang dapat menghalangi aktivitas aktor-aktor didalamnya. Konsep liberalisme
ekonomi yang menjadi mainstream dari struktur ekonomi-politik global
meliputi, pentingnya pasar persaingan sempurna (pasar bebas), minimalnya
(bahkan hilangnya) peran negara dalam mengintervensi logika pasar, prioritas pada
pertumbuhan ekonomi, dan pemotongan anggaran publik (subsidi), dan integrasi
penuh ekonomi domestic kedalam mekanisme ekonomi global, turut memberikan andil
penting terhadap hilangnya kemandirian Negara dalam mengelola perekonomiannya, termasuk
sektor pertanian bagi Negara-negara miskin dan berkembang (yang juga sebagian
besarnya menekankan formasi ekonominya pada sektor agraris). Kedua,
Konsep gerakan sosial. Gerakan sosial biasanya didefinisikan sebagai gerakan
bersama sekelompok orang atau masyarakat yang terorganisir tetapi informal
bersifat lintas kelompok untuk menentang atau mendesakkan perubahan. Lebih lanjut, social movement,
berfungsi untuk melakukan counter terhadap ideology dominan yang
menggunakan logika matematis sebagai dasar rasionalitasnya, seperti yang dianut
oleh ideologi neoliberalisme.
Dengan demikian, bisa diidealkan
bahwa gerakan social sesungguhnya berangkat dari kesadaran sekelompok orang
atas kepentingannya. Meskipun selalu dibutuhkan kepemimpinan di dalam semua
gerakan sosial tersebut, tetapi keuntungan (valueadded) dan capaiannya
selalu harus kembali kepada konstituen gerakan dan bukan kepada pemimpinnya.
Gerakan tani internasional yang dikenal dengan La Via Campesina sebagai
sebuah gerakan alternatif counter-hegemony telah menjadi sebuah gerakan
internasional yang massive dalam memperjuangkan sebuah gagasan basar
yaitu kesejahteraan petani di negara-negara berkembang dan melawan institusi
yang identik dengan neo-liberalisme seperti World Trade organization (WTO).
Makasih mbakyu....
BalasHapusjgn sungkan berkunjung di suramutto.blogspot.com hehe