PENDAHULUAN
Republik Federal Brasil (bahasa Portugis: República Federativa do Brasil) adalah negara paling besar dan paling banyak penduduknya di Amerika Selatan. Negara ini merupakan negara paling timur di Benua Amerika dan berbatasan dengan Pegunungan Andes dan Samudra Atlantik. Nama Brasil diambil dari nama kayu brasil, sejenis kayu lokal. Brasil merupakan tempat pertanian ekstensif dan hutan hujan tropis. Sebagai bekas koloni Portugal, bahasa resmi Brasil adalah bahasa
Brasil meraih kemerdekaannya dari Portugis pada 7 September 1822. Negara yang terletak di bagian tengah dan timur Amerika Selatan ini menjadi wilayah Portugis. Selain itu, Brazil juga sebagai penghasil kopi terbesar di dunia.jajahan Portugis sejak 1494. Pada 1889, sistem pemerintahan Brasil berubah dari monarki menjadi republik.
Konstitusi 1988 memberikan kekuasaan yang besar pada pemerintah federal. Presiden Brasil memegang kekuasaan eksekutif yang besar seperti menunjuk kabinet, dan sebagai kepala negara dan pemerintahan. Presiden dan wakil presiden dipilih bersamaan dalam pemilihan umum 4 tahun sekali. Kongres Nasionalnya (Congresso Nacional) adalah sebuah badan bikameral yang terdiri dari Senat Federal (Senado Federal) dan Câmara dos Deputados yang masing-masing terdiri dari 81 dan 513 kursi dengan masa jabatan yang berbeda.
A. SEJARAH BRAZIL
Brasil adalah sebuah negara berbentukRepublik Federal Brasil dalam bahasa Portugal disebut (Republica Federativa do Brasil) yang adalah sebuah negara paling besar dan paling banyak penduduknya di Amerika Selatan. Negara ini merupakan negara paling timur di Benua Amerika dan berbatasan dengan Pegunungan Andes dan Samudra Atlantik. Nama Brasil diambil dari nama kayu besi sejenis kayu lokal. Brasil merupakan tempat pertanian ekstensif dan hutan hujan tropis. Sebagai bekas koloni Portugal, Bahasa resmi Brasil adalah bahasa Portugis yang dituturkan oleh hampir seluruh penduduknya, hal ini sangat berbeda dengan negara-negara Amerika Selatan lainnya yang menggunakan bahasa Spanyol. Bahasa Portugis merupakan satu-satunya bahasa yang diajarkan di sekolah dan digunakan dalam pemerintahan serta media. Bahasa lain yang digunakan adalah berbagai bahasa penduduk asli Brasil serta bahasa para imigran seperti bahasa Inggris, Jerman, Italia, Jepang, dan Korea
Tanggal 7 September 1822, Brazil meraih kemerdekaannya dari Portugis dan hari inidijadikan Hari Nasional negara ini. Portugis menjajah Brazil sejak tahun 1494 dan menjadikan rakyat kulit merah negara ini menjadi budak. Portugis bahkan juga mendatangkan jutaan budak kulit hitam dari Afrika untuk dijadikan pekerja di bidang pertanian. Pada awal abad ke 19, setelah Portugis diduduki oleh Napoleon Bonaparte, Kaisar Portugis dan keluarganya melarikan diri ke Brazil dan sejak itu situasi di negara ini semakin tidak tenteram.
Setelah kekalahan Napoleon, Kaisar Portugis kembali ke negerinya namun, anak laki-lakinya tetap tinggal dan menjadi raja pengganti di Brazil . 14 tahun kemudian, raja pengganti ini mengumumkan kemerdekaan Brazil dari tangan Portugis dan menjadikan dirinya sebagai kaisar Brazil .
Pada tahun 1889, sistem pemerintahanBrazil diubah menjadi republik.
Brazil yang memiliki luas wilayah 8,5 juta kilometer persegi ini merupakan kawasan yang luas di bagian tengah dan timur Amerika Selatan. Negara ini terletak di tepi samudera Atlantik dan berbatasan dengan Argentina , Paraguay , dan Uruguay
Pada tahun 1889, sistem pemerintahan
Brasil juga meraih kemerdekaannya dari Portugis pada tanggal 7 september 1822. Negara ini terletak di bagian tengah dan timur Amerika Selatan dan menjadi wilayah jajahan Portugis sejak tahun 1494 dan pada tahun 1889 sistem pemerintahan Brasil berubah dari monarki menjadi republik..Agamanya adalah 74% penduduk Brasil menganut agama Katolik Roma sedangkan 15,4% menganut Protestan dan terus berkembang. Sekitar 2,3 juta (1,3%) penduduknya menganut Spiritisme terbanyak di dunia.
Agama-agama lainnya adalah agama-agama tradisional Afrika Yahudi dan berbagai agama Asia seperti Buddhisme dan Shinto. Sekitar 28 ribu orang menganut agama Islam atau sekitar 0,01% dari penduduk Brasil. Negara ini adalah negara dengan penganut Katolik terbanyak di dunia dan penganut agama-agama Asia terbanyak di Barat.
B. LATAR BELAKANG EKONOMI-POLITIK Kemunculan rejim transisi demokrasi yang melanda Brazil pasca kediktatoran militer tahun 1985, telah memberi ruang bagi kompetisi antara dua aliran pemikiran mengenai demokrasi tersebut. Rejim baru ini ditandai oleh kemunculan partai politik dari beragam aliran dan ideologi, pengakuan akan hak sipil dan politik warga negara, serta pemilu yang reguler. Perayaan akan kebebasan ini begitu antusias, sehingga untuk sementara waktu rakyat Brazil melupakan kepenatan dan kepengapan hidup yang menimpanya.
Tetapi, setelah masa-masa euphoria itu berlalu, ketika orang-orang kembali pada habitatnya semula, baru terasa bahwa kebebasan yang muncul masih sebatas kebebasan berpesta, bahwa demokrasi yang baru dirayakan baru sebatas prosedur, bahwa kekuasaan rakyat hanya berhenti di kotak-kotak pemungutan suara. Keadaan inilah yang disebut para ilmuwan politik sebagai kondisi “defisit demokrasi.”
Daniel Schugurensky, dari universitas Toronto, Kanada, mengatakan ada dua hal yang menyebabkan kondisi “defisit demokrasi” terjadi: pertama, tidak berlanjutnya (discontinuity) proses demokrasi perwakilan. Tanya Schugurensky, setelah pemilu usai, apa yang dilakukan oleh warga negara di antara dua pemilu? Ia menjawabnya tidak banyak, karena yang dimaksud dengan partisipasi dalam demokrasi dalam setiap lima tahun sekali, adalah ketika kita pergi ke kotak pemungutan suara. Setelah itu, kita kembali ke rumah, menonton televisi, dan kembali menjadi massa penggembira dalam putaran pemilu berikutnya.
Bukan berarti pemilu tidak penting. Tapi, kembali menurut Schugurensky, sejak jaman Aristoteles, demokrasi yang berdasarkan pada pemilu semata selalu berwatak aristokratik ketimbang demokratis. Lebih dari itu, berdasarkan pengalaman kita paham bahwa masalah politik terlalu penting untuk hanyak sekadar didelegasikan kepada para politisi. Sebab, sudah menjadi rahasia umum bahwa para politisi itu hanya bertanggung-jawab kepada dirinya sendiri dan para penyandang dananya.
Kedua, defisit demokrasi terjadi lebih karena sistem pendidikan (sejak dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi) mengabaikan masalah pengembangan kesadaran warga yang aktif, kritis dan terlibat. Pendidikan kita, demikian Schugurensky, lebih memfokuskan pada masalah kompetisi ekonomi, dan mencetak “ahli-ahli” yang hanya peduli pada kepentingan sempit pribadinya. Situasi ini, menurut Schugurensky, bukalah sebuah kecelakaan, ini sesuatu yang disengaja. Mengutip John Stuart Mill, ia mengatakan, demokrasi yang sehat membutuhkan warga yang aktif tapi, pemerintah lebih menghendaki warga yang pasif, yang tidak bisa mengontrol pemerintah dan karena itu, tidak bisa memaksa pemerintah untuk bertanggung jawab kepada mereka. Di Brazil, kondisi defisit demokrasi yang membuahkan warga yang pasif secara politik telah berurat berakar. Ada dua keadaan yang menyebabkan tumbuh suburnya apatisme warga tersebut: pertama, Brazil adalah sebuah masyarakat dengan tradisi otoritarianisme politik yang sangat panjang. Keadaan ini ditunjukkan oleh begitu dominannya sistem politik yang oligarkhis, patrimonial, dan birokratik di satu sisi, dan peminggiran secara sistematis lapisan terbesar rakyat atau mereka diintegrasikan melalui ikatan populisme dan klientalisme.
Hasil penelusuran Leonardo Avritzer menemukan, antara periode 1930-1945, sistem politik Brazil ditandai oleh sistem yang korporatis-otoritarian; antara tahun 1945-1964, sistem politik Brazil mengambil bentuk populisme-demokratik. Presiden populis terakhir, Joao Goulart, jatuh karena kudeta militer, yang menandai fase baru sistem politik kediktatoran-militer. Baru setelah tahun 1985, sistem politik Brazil memasuki era yang disebut redemokratisasi.
Hasil dari sistem politik otoritarian ini, seperti dikatakan Boventura de Sousa Santos,“pembatasan ruang publik dan penguasaannya oleh para elite patrimonialis; dan 'pencangkokan' permainan demokrasi dan ideologi liberal, hanya menghasilkan kesenjangan yang sangat besar antara 'negara legal' dan 'negara nyata.' Singkatnya, masyarakat dan politik Brazil dikarakterisasikan oleh dominasi negara terhadap masyarakat sipil dan aturan-aturan yang sangat kaku yang melawan konstruksi kewargaan, pemenuhan hak-hak warga negara, dan partisipasi warga yang otonom.”
Penyebab kedua, apatisme warga terhadap politik adalah tingkat kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi masyarakat yang sangat parah, sebagai akibat penerapan kebijakan neoliberal. Kondisi hidup yang papa-sengsara ini, menyebabkan demokrasi hanya menjadi barang mewah, saat yang ditunggu untuk berpesta. Demokrasi dalam kondisi seperti ini, tidak lebih sebagai kendaraan bagi elite baru warisan sistem politik otoriterian, untuk mengondolidasikan kembali kekuasasannya.
C. KELEMAHAN EKONOMI BRAZIL
Kelemahan Brasil dalam pembangunan Ekonomi adalah terlalu banyaknya tantangan pasar gelap yang kuat. Hal ini dengan masuknya barang-barang impor ilegal yang terlarang seperi obat-obat terlarang.Padahal ekonomi Brasil termasuk yang urutan keduabelas terbesar di dunia dan mewakili 50% ekonomi wilayah Amerika Selatan. Brasil kaya akan hasil pertanian, kehutanan, pertambangan dan sumber bahan Baku industri dengan jumlah penduduk sebesar 185 juta jiwa dan merupakan pasar yang sangat besar untuk barang-barang industri dakonsumsi.Potensi Pasar Brasil yang tersedia merupakan peluang bagi eksportir-eksportir Indonésia dan untuk itu para pengusaha Indonesia perlu melakukan upaya promosi yang efektif ke pasar Brasil untuk merebut peluang pasar yang ada.
Di Brasil juga terdapat banyak kegiatan ekonomi informal yang sangat menghalangi Pemerintah dalam memungut pajak dan mengatasi masalah pembajakan teknologi, barang-barang konsumsi dan produk lainnya. Walaupun dalam beberapa tahun terakhir ini Pemerintah Brasil sudah berupaya memperbaiki iklim bisnis namun lingkungan bisnis di Brasil masih sepenuhnya belum kondusif.
Padahal banyak negara-negara yang ingin melakukan hubungan kerjasama dengan Brasil mengingat lapangan pasarnya yang masih luas dan tingkat pengganguran yang tinggi mengakibatkan banyak negara-negara yang berlomba-lomba membangun relasi dengan menanamkan modalnya di negara tersebut contohnya Indonesia yang melakukan hubungan kerjasama dalam bidang perdagangan dengan Brasil misalnya tahun 2005 total nilai perdagangan Indonesia. Brasil sebesar US$ 954.329.006 dan meningkat sebesar 26,8% jika dibandingkan dengan nilai perdagangan tahun 2004 yang mengalami penurunan yang amat drastis dan total perdagangan, ini merupakan record yang pernah dicapai selama ini. Jika dibandingkan dengan ekspor Indonesia tahun 2004 maka nilai ekspor tahun 2005 ini naik sebesar US$ 88,295.783 atau sebesar 23,9% yaitu dari $ 370.125.727 pada tahun 2004 menjadi US $ 458.097.727. Kenaikan nilai ekspor ini ditunjang oleh peningkatan ekspor antara lain : tekstil dan produk tekstil, cocoa, palm oil, sepatu karet olah raga, alkohol. Berdasarkan daftar 100 jenis produk yang diekspor Indonesia pada tahun 2004 yang nilainya diatas US$ 4 juta tercatat karet alam granulated merupakan ekspor terbesar yang nilainya US$ 76.794.226 atau 16,84% dari total ekspor, kemudian disusul oleh Cocoa dengan nilai US$ 61.581.033 (13,50%) benang tekstil polyester US$ 53.311.889, benang tekstil fibras US$ 33.623.697, batubara US$ 15.478.457, palm oil US$ 19.612.255 dan lain sebagainya.
Pasar Indonésia dalam pasar Brasil masih relatif kecil jika dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Índia, Korea Selatan, Jepang dan China. Share impor Indonésia dalam impor Brasil masih dibawah 1% atau tepatnya 0,6%. Dengan memperhatikan pertumbuhan industri nasional Brasil sebesar 4,7% tahun 2005 dan diperkirakan pada tahun 2006 ini juga pertumbuhan industri nasionalnya sama dengan tahun 2005 maka guna memacu peningkatan ekspor yang ditargetkan US$ 132 milyar pada tahun 2006-2007, Brasil akan mengimpor lebih banyak bahan baku untuk mendukung pertumbuhan industri tersebut seperti benang tekstil dan bahan tesktil untuk mendukung pertumbuhan industri pakaian jadi, karet dan produk karet, cocoa dan cocoa preparations, spareparts elektronik, sepatu karet, produk handicraft dan lain sebagainya melihat banyaknya eksportir-eksportir yang ingin bekerjasama. Dalam tahun 2006-2007 nilai tukar Real terhadap US $ berada pada kisaran 1 US $ = RS 2,2 – 2,4. Menguatnya nilai tukar Real terhadap US $ akan berdampak baik terhadap impor yaitu akan merangsang peningkatan impor.
Tentunya hal ini akan memberikan peluang yang baik bagi negara-negara yang selama ini memasok bahan baku ke Brasil termasuk Indonesia Untuk beberapa jenis produk Indonésia termasuk pemasok utama bahan baku ke Brasil seperti bahan tekstil (benang tekstil polyester, bahan tekstil polyester) Indonésia pemasok ke-empat terbesar ke Brasil, palm oil pemasok ke-dua terbesar setelah Malaysia, cocoa bean Indonésia pemasok ke-dua terbesar setelah Pantai Gading, karet dan produk karet Indonésia pemasok utama ke Brasil.
Dibawah ini dapat dilihat terdapat produk yang mempunyai peluang pasar baik di Brasil antara lain: karet dan barang karet, cocoa, batubara, tekstil dan produk tekstil, elektronik dan elektrikal, furniture, toy, spare parts kendaraan, perhiasan, barang-barang perlengkapan rumah sakit, dan obat-obatan. Bagi eksportir Indonesia . melakukan bisnis dengan Brasil harus mengetahui dulu secara mendalam tentang lingkungan bisnis di Brasil dan biaya-biaya yang mungkin muncul sebagai akibat bisnis dengan Brasil.
Para eksportir Indonesia biasanya menghadapi hambatan tarif, system custom yang sulit, biaya pajak yang berat dan tinggi, dan aspek hukum yang sering overloaded dan sering berlawanan dengan hukum bisnis atau bertentangan dengan hukum intelectual property rights. Ada alasan lain yang memberikan harapan dan optimis tentang pasar Brasil di masa yang akan datang adalah dengan apreasiasi Real terhadap US $ yang pada bulan Januari 2006 sudah mencapai 25%, ekspor Brasil meningkat dari tahun sebelumnya. Hal lainnya adalah Pemerintah Brasil telah berhasil menangani inflasi, dan dengan menjadikan ekspor sebagai lokomotif pembangunan ekonomi dan Pemerintah Brasil telah berhasil membangun industrinya melalui peningkatan permintaan dalam negeri dan peningkatan ekspor yang terjadi pada tahun 2004 telah menjadikan current account Brasil positif dalam lima belas tahun ini. Pada tahun 2005 peningkatan ekspor Brasil juga meningkat mencapai 26,6% dari tahun sebelumnya.
Bukan itu saja masalah yang paling menghambat pertumbuhan ekonomi Brasil adalah besarnya jumlah penduduk yang diperkirakan mencapai 185 juta dan merupakan negara kelima terbesar penduduknya di dunia.Hal ini yang membuat banyaknya penggangguran di kota-kota besar dan sebagai akibat banyaknya penduduk miskin dari negara bagian Utara yang pindah ke negara bagian Selatan, Kejahatan,masalah narkotik, pendidikan yang rendah, lingkungan yang tidak baik dan pendistribusian kesejahteraan yang tidak merata dan merupakan suatu tantangan bagi Pemerintahan Brasil.
D. HUBUNGAN BILATERAL DENGAN INDONESIA Hubungan bilateral kedua negara terjalin sejak bulan Maret 1953 selama ini berlangsung cukup baik. Pemerintah Brasil tetap mendukung integritas wilayah NKRI dan Pemerintah Indonesia serta menyambut baik keberhasilan Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan reformasi, memajukan demokrasi dan hak asasi manusia. Kedua Pemerintah memiliki banyak kesamaan persepsi dalam penyelesaian masalah-masalah internasional, yaitu mengutamakan penggunaan mekanisme diplomasi pada tingkat regional dan multilateral.
1. Kunjungan Pejabat Negara atau Pemerintahan selama Tahun 2007 Selama periode ini telah terjadi beberapa kunjungan pada tingkat Pejabat Negara dan anggota legislatif. Pada tanggal 17-19 November 2007 Utusan Khusus Pemerintah RI, Duta Besar Soemadi Brotodiningrat melakukan kunjungan ke Brasil untuk melakukan pendekatan terhadap Pemerintah Brasil dalam rangka untuk mendapatkan dukungan pelaksanaan Konferensi United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Bali tanggal 3-14 Desember 2007. Selama kunjungan Duta Besar Soemadi telah bertemu dengan Menteri Luar Negeri Brasil, Menteri Lingkungan Hidup ad interim dan beberapa pejabat terkait lainnya. Sementara itu Menteri Luar Negeri RI pada 22-23 Agustus 2007 juga telah mengunjungi Brasil dalam rangka Pertemuan Menteri Luar Negeri Forum for East Asia Latin America Cooperation (FEALAC) dan mengadakan pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Brasil. Pada kesempatan tersebut, kedua Menteri Luar Negeri menandatangani Nota Kesepahaman pembentukan Komisi Bersama yang dapat dijadikan sebagai media percepatan kerjasama bilateral di berbagai bidang.
2. Perdagangan Antara RI – Brasil Hubungan perdagangan kedua negara menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan selama 4 tahun terakhir. Total perdagangan Indonesia - Brasil sampai dengan Oktober 2007 berjumlah US $ 1.326.468.113, yang terdiri dari ekspor sebesar US $ 762.763.940 dan impor sebesar US $ 563.704.173. Dengan demikian surplus bagi Indonesia adalah sebesar US $ 119.059.767. Dibandingkan dengan total perdagangan kedua negara pada tahun 2006 yang sebesar US$ 1.141.154.000, maka total perdagangan hingga Oktober 2007 tersebut mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Perkembangan ekspor Indonesia sejak tahun 2003 - 2007 dapat dilihat pada tabel berikut:
Neraca Perdagangan Indonesia-Brasil Tahun 2003 - 2007(dalam US$)
Tahun | Ekspor | Impor | Saldo | Total Perdagangan |
2003 | 318.379.569 | 322.768.972 | -4.369.403 | 641.148.541 |
2004 | 370.125.727 | 382.690.350 | -12.564.623 | 752.491.796 |
2005 | 458.097.229 | 498.231.777 | -42.134.548 | 954.329.006 |
2006 | 626.136.000 | 515.018.000. | +111.118.000 | 1.141.154.000 |
2007 (Oktober) | 762.763.940 | 563.704.173 | +119.059.767 | 1.326.468.113 |
Jika melihat perkembangan perdagangan Indonesia - Brasil terutama perkembangan ekspor Indonesia, dapat disimpulkan bahwa selama kurun waktu 4 tahun terakhir ekspor Indonesia ke Brasil telah berhasil ditingkatkan menjadi lebih dari 100%, yaitu dari US$ 318 juta pada tahun 2003 menjadi di atas US$ 750 juta pada bulan Oktober 2007.
KESIMPULAN
Brasil merupakan republik federal yang terdiri dari 26 negara bagian dan satu wilayah federal dimana Brasília, ibukota negara berada. Setiap negara bagian memiliki pemerintahannya sendiri dengan susunan yang mirip dengan susunan pemerintahan pada tingkat federal, mempunyai kekuasaan masing-masing (yang ditetapkan didalam undang-undang dasar negara bagian tersebut) dan tidak dapat disentuh oleh pemerintahan federal maupun oleh pemerinah kotapraja. Kepala pemerintahan negara bagian adalah seorang gubernur yang dipilih oleh pemungutan suara langsung dibawah undang-undang dasar federal. Lembaga peradilan mengikuti pola federal dan wilayah hukumnya ditentukan sedemikian rupa guna menghindari benturan ataupun penerapan berlebihan dengan sistem peradilan federal. Pada tingkat pemerintahan kotapraja terdapat lebih dari 5561 dewan kotapraja yang bersifat otonom dalam kaitan penanganan masalah-masalah setempat. Dewan kotapraja bertindak sesuai ketentuan hukum yang digariskan didalam perundangan pokok kotapraja.
Undang-undang dasar pertama Brasil dibawah suatu bentuk republik pada tahun 1891 menyusun sebuah sistem pemerintahan presidensil dengan tiga kekuatan terpisah: Eksekutif (penyelenggara negara), Legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat) dan Judikasi (badan peradilan). Bentuk susunan pemerintahan ini dipertahankan hingga 6 masa pemerintahan berikutnya secara berturutan yang merupakan hasil kerja sebuah kongres nasional yang dipilih khusus pada tahun 1984 dan diumumkan secara resmi pada tanggal 5 Oktober 1988.
Undang-undang dasar tahun 1988 memuat banyak konsep-konsep baru yang cemerlang dimulai dari perlindungan terhadap lingkungan sampai kepada pemberian kekuasaan lebih luas kepada badan legislatif di dalam hubungannya dengan badan eksekutif. Sejak tahun 1992 perubahan-perubahan penting telah dilakukan yang terutama berkaitan dengan persoalan di bidang ekonomi. Peningkatan hubungan ekonomi dengan Indonesia menjadi peluang untuk Brasil maupun Indonesia mengembangkan pasar ekspor kedua negara. Perkambangan inilah yang kelak dapat memberikan keuntungan bagi keduanya baik dalam ekonomi maupun politik yang terus berubah secara statis yang tidak bisa diam saja.
DAFTAR PUSTAKA
Boaventura de Souza Santos, “Participatory budgeting in Porto Alegre: Toward a redistributive democracy,” Politics & Society; Stoneham, Volume 26, Dec, 1998.
Daniel Schugurensky, “Participatory Budget: A Tool for Democratizing Democracy,” Toronto Metro Hall, Arpil 29, 2004, http://fcis.oise.utoronto.ca/~daniel_schugurensky/lclp/PB_DS_talk_04-04.pdf
Ian Bruce (ed.), “The Porto Alegre Alternative Direct Democracy in Action,” Pluto Press, London, 2004.
Leonardo Avritzer, “Public deliberation at the local level: participatory budgeting in Brazil”, Paper delivered at the Experiments for Deliberative Democracy Conference, Wisconsin January, 2004.
Marion Gret and Yves Sintomer, “The Porto Alegre Experiment Learning Lesson for Better Democracy,” Zed Books, London, 2005.
Rebecca Abers, “Practicing Radical Democracy Lessons from Brazil,” www.nsl.ethz.ch/index.php/ en/content/download/387/2479/file/
Daniel Schugurensky, “Participatory Budget: A Tool for Democratizing Democracy,” Toronto Metro Hall, Arpil 29, 2004, http://fcis.oise.utoronto.ca/~daniel_schugurensky/lclp/PB_DS_talk_04-04.pdf
Ian Bruce (ed.), “The Porto Alegre Alternative Direct Democracy in Action,” Pluto Press, London, 2004.
Leonardo Avritzer, “Public deliberation at the local level: participatory budgeting in Brazil”, Paper delivered at the Experiments for Deliberative Democracy Conference, Wisconsin January, 2004.
Marion Gret and Yves Sintomer, “The Porto Alegre Experiment Learning Lesson for Better Democracy,” Zed Books, London, 2005.
Rebecca Abers, “Practicing Radical Democracy Lessons from Brazil,” www.nsl.ethz.ch/index.php/ en/content/download/387/2479/file/
www.abnt.org.br dan www.inmetro.gov.br/rtac
www.ppk.lipi.go.id/informasi/berita/berita_detil.asp kompas 30 april 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar