Kamis, 21 Juli 2011

Montesqiueu

Montesqiueu memiliki nama lengkap Charles Louis de second dant Bron de Montesquieu lahir dikota Boedeaux, Prancis, tahun 1689. Beberapa kitab Montesqiueu yang terkenal pada tahun 1748 hingga Montesqiueu meninggal pada tahun 1775. Montesqiueu dikenal dengan ajaran Tria Politika atau tiga (Pembagian) kekuasaan yaitu: kekuasaan legislative atau pembuatan Undang-Undang, Kekuasaan Eksekutif atau menjalankan Undang-Undang dan kekuasaan Yudikatif atau kekuasaan mengadili. Menurut Montesqiueu kekuasaan legislative seharusnya terletak ditangan rakyat tetapi hal ini tidak memungkinkan terlaksananya dinegara yang luas dan pelaksanaan dinegara yang kecilpun akan mengalami kesulitan, maka pelaksanaannya dilaksanakan oleh wakil rakyat.
            Beberapa perwakilan yang ada menurut Montesqiueu diantaranya perwakilan digolongan bangsawan dan perwakilan dari rakyat yang lainnya (bukan bangsawan). Kedua perwakilan ini akan bergerak sesuai dengan persetujuan perwakilan salah satunya tiap bagian itu disebut dengan kamar mempunyai hak Veto terhadap putusan bagian yang lain. Montesqiueu menekankan bahwa pembagian tiga kekuasaan itumasing-masing saling mengwasai dan menghambat kemungkinan penyelewengan. Karena menurut Montesqiueu masalah dan dan kehidupan manusia itu akan mendesakkan kekuasaan itu bergerak dan tidak tinggal diam tetapi dengan gerak yang bersesuaianatau sejalan diantara ketiganya.
            Pembagian atas tiga kekuasaan itu bila tidak dijalankan dengan baik maka akan terjadi depotisme atau kekuasaan yang sewenang-wenang. Menurut Montesqiueu yang disebut dengan kemerdekaan itu adalah berbuat dengan suka hati sehingga menimbulkan kekerasan akan tetapi masyarakat itu mempunyai hukum dengan demikian kemerdekaan itu merupakan hak untuk membuat yang dibenarkan atau diinginkan oleh hukum, sebaliknya jika seseorang berbuat dengan melanggar hukum maka seseorang itu tidak lagi mempunyai kemerdekaan. Menurut Montesqiueu kemerdekaan itu ketentraman hati yang muncul karena keamanan diri. Oleh karena itu pemerintah diadakan agar seseorang tidak perlu takut terhadap yang lain maka seseorang akan mengemukakan peresaannya dan mengeluarkan pendapat.
BAB II
Pembahasan
A. Padandangan Montesqiueu terhadap hukum
            Mentesqiueu memndang hukum dalam pengertian yang amat luas yang mana hukum itu bersifat komplek, seimbang, berubah-ubah dan segala hubungan yang  mungkin ada dan dapat dibayangkan antara manusia dalam hukum. Hukum ( dalam pengertian yang sangat luas) yang akan menyebabkan perbaedaan antara masyarakayt yang satu dengan yang lainnya oleh karena itu hukum  pun melingkupi adat kebiasaan. MOntesqiueu memnadang bahwa perbedaan itu akan terlihat juga keteraturan, ada susunan yang tetap, yang disebut hukum atau undang- undang hukum alam . Manusia dalam prinsipnya dapat mengadakan perubahan yang dapat menciptakan hukum yang disebut hukum positif. Dalam hal ini montesqiueu melihat adanya perbedaan tetapi juga memperhatikan adanya kesatuan.
            Montesqiueu berpendapat bahwasannya keadilan merupakan suatu pengertian yang telah ada lebih dahulu sebelum adanya hukum positif. Oleh karena itu, dalam suatu masyarakat manusia harus menyesuaikan dir dengan keadilan hukum positif yang sesuai dengan keadilan adalah hukum yang benar.  Pembentukan Undang-Undang yang baik itu harus mengenal “semangat bangsa dan semangat ini dibentuk dari berbagai sebaboleh iklim, agama dan hukum dalam hal ini Montesqiueu menjelaskan mengenai adanya hubungan republic, monarki dan depotisme. Dalam republic dihubungkan dengan adanya demokrasi, rakyat berpegabg pada kebajikan dan kecintaan terhadap persamaa. Pada Monarki kehormatan yang jadi pegangan, Menurut Montesqiueu dalam monarki ambisi memberi pengaruh yang sangat menguntungkan karena monarki akan mmeberi semangat kepada pemerintah. Masyarakat yang berdasar pada depotisme mempunyai rasa takut, dimana rakyat harus takut karena bila ia membuat nilainya sendiri, maka ini akan membuat ganguan bagi sidespot si penguasa wewenang. Pengaruh Montesqiueu dinegara Barat sangat luas sebenarnya merupakan suatu kekeliruan dengan mengambil  kesimpulan dengan mengatakan bahwa  pembagian kekuasaan itu dilihatnya di Inggris. Hal yang perlu di ingat dalam hubungan ini adalah bahwa pembagian kekuasaan itu bukan berarti pemisahan secara mutlak  hal ini dapat kita lihat dalam peneraan pembagian kekuasaan oleh Montesqiueu yang dipahami yang di pakai oleh Amerika Serikat.
            Salah satu bentuk pernyataan Montesqiueu mengenai Trias Politika adalah:
“ Apabila kekuasaan legislative dan eksekutif disatukan pada tangan yang sama, ataupun pada badan penguasa-penguasa yang sama, tidak mungkin terdapat kemerdekaan…juga tidak akan bisa ditegakkan kemmerdekaan itu biala kekuasaan mengadili tidak dipisahkan dari keuasaan legislatif dan eksekutif. Apabila kekusaan mengadili ini di gabungkan dengan kekuasaan legilatif, kehidupan dan kemerdekaaan kawula negara akan dikuasai oleh pengawan suka hat, oleh sebab hakim akan menjadi orang byang membuat Undang-Undang pula. Apabila kekuasaan mengadili digabungkan dengan kekuasaan eksekutif  hakim itu akan bersikap dan bertindak dengan kekkerasan dan penindasan. Oleh karena itu berakhir pulalah  segala-galanya apabila orang yang itu juga( apakan orang-orang ini terdiri dari bangsawan atau rakyat banyak yang akanx menjalannkan ketiga macam kekuasaan itu…..[1]
B. Montesqiueu dalam The Sprits of Laws ( Semangat Hukum)
·      Dasar social Dan fisik dari pemerintahan.
Disetiap negara terdapat tiga macam kekuasaan diantaranya kekuasaan legislatif, kekuasaan ekskutif seta kekuasaan yudikatif yang berkaitan dengan hak bangsa-bangsa. Berbagai keadaan yang menimbulkan hukum manusia dilihat sebagai planet yang begitu besar yang yang meliputi bangsa-bangsa dan juga mempunyai hukum pergaulan diantara mereka yang disebut hukum bansa-bangsa (law of nations) dan mereka mempunyai hukum yang berkaitan dengan pemerintah yag disebut dengan gukum politik (politic law)
Dan mempunyai hukum yang berkaitan dengan sesama manusia yang disebut dengan (sipil law).Pada Umumnya hukum adalah akal budi manusia, hukum politic dan hukum sipil suatu bangsa hendaknya kasus-kasus tertentu dimana akal budi manusia diterapkan. Hukum juga hendaknya berkaitan dengan prinsip pemerintah apakah hukum membentuknya seperti hukum politik ata hukum penunjangnya seperti pada hukum sipil pada umumya. Pada dasarnyahukum harus berkaiatan dengan iklim tiap negeri, kualitas tanahnya, situasinya yabg berkaiatan dengan kebebasan berdasarkan konstitusi. Hukum itu mempunyai hubungan antara sesamanya dengan maksud untuk menciptakan keteraturan.
·      Pemerintah Republik dan Hukum-Hukum yang Berhubungan Denan Demokrasi
Apabila keseluruhan rakyat mempunyai kekuasaan yang tertinggi maka inilah yang dsebut dengan demokrasi dan apabila kekuasaanada pada sebagian rakyat maka disebut dengan aristokrasi.  Rakyata sebagai keuasaan yang tertinggi hendaknya mempunyai manjemen segala sesuatu yang biasa dicakupnya jika melampui batasnya hendaknya  diselenggarakan oleh perdana mentri dan disini rakyat mempunyai keweangan untuk untuk memilih para mentri karena rakyat mempunyai sebagian otoritas.  Hukum yang fundamental dalam demokrasi bahwa rakyat harus punya kekuasaan mutlak untuk membuat undang-undang . Namun banyak kesempatan bagi senat untuk membuat keputusan . Konstitusi Roma dan Athena sangat hebat dimana ketetapan senat punya kekuatan hukum selama satu tahunm akan tetapi tidak berlanjut sebelum mendapat ratifikasi dari rakyat.
·      Dasar Demokrasi
Tidak ada saham daru kejujuran yang diperlukan untuk menyongkong pemerintah monarki atau depostik. Dalam hal yang ertama kekuatan hukum, dan yang kedua kekuatan raja ( kepala negara) cukup untuk mengarahkan dan pemertahankan keseluruhan. Tetapi dalam negara populer  suatu sumber yang lain diperlukan yaitu kebajikan (virtue). Apabila kebajikan itu dikesampingkan ambisipun masuk kedalam pikiran orang-orang yang suka kepadanya sehingga akan membuat ketamakan dalam menguasai rakyat.
·         Dasar pemikiran depostik
Perlunya suatu kehormatan dan kebajika dalam suatu masayarakat dan hal ini dibenarkan oleh depostik ( adanya rasa ketakutan dari masyarakat). BAgi seorang raja yang depostik berhenti sekejap saja adalam memperlihatkan kekuasaannya maka ia akan segera mencoret siapa saja yang menjadi kaki tangannya. Bila ketakutan sudah tidak lagi ada maka baginya rakyat pun tanpa perlindungan lagi.
·      Penyelewengan dasar Demokrasi
Hilangnya semangat persamaan akan menimbulkan penyelewengan demokrasi, bila warga ingin berada dalam suatu tingkat yang sama dengan tingat pmerintah yang telah dipilihnya tidak mampu memikul kekuasaan yang telah dilegasikan, bila hal ini terjadi maka kebajikan tiak lagi dijumpai direpublik. Dimana rakyat ingin melaksanakan tugas yang tidak dihormati lagi dan hal ini akan menimbulkan korupsi semankin bertambah.
·      Arti Kebebasan
Bahawa dalam suatu demokrasi rakyat tampaknya berbuat sesukanya tetapi kebebasan politik tidak terdiri atas kebebasan tanpa batas. Dalam suatu pemerintah yaitu masyarakat yang dibentuk oleh hukum, kebebasan hanya terdiri dari kekuasaan berbuat yang harus kita maui, dan tidak dihambat oleh perbuatan yang tidak kita mau. Suatu pengertian yang dalam pikiran kita tentang perbedaan antara kemerdekaan (independence) dan kebebasan (liberty). Kebebasan adalah hak yang diizinkan oleh hukum, dan bila seseorang warga dapat berbuat apa yang dilarang oleh hukum, ia tidak lagi mempunyai kebebasan , karena tiapa warga mempunyai kekuasaan yang sama. Negara-negara yang demokrasi dan aristokrasi pada umumnya tidak bebas. Kebabasan politik hanya dijumpai pada pemerintah yang moderat. Kebebasan politik itu itu ada bila tak ada kesewenagan kesewenanangan kekuasaan, tetapi pada intinya orang yang mmepunyai kekuasaan cenderung menyalahgunakan kekuasaannya itu hal ini berarti bhawa kebajikan itu memerlukan batas.
·      Konstitusi Inggris
Dalam setipa pemerintahan terdapat tiga kekuasaan yaitu: kekuasaan eksekutif mengenai hal-ha yang bergantung pada hukum sipil, kekuasaan legislatif berkaiatan dengan hukum antar bagsa. Kekuasaan yang pertama dimana penguasa mengeluarkan hukum sementara, ataupun mengubahnya. Kekuasaan yang kedua membuat damai atau perang dan kekuasaan ketiga ia menghukum pejabat atau meutuskan tentang pertikaian antara individu. Apabila kkeuasan eksekutif dan legislatif dilakasananakan dalam tangan orang yang sama, atau dalam satu pemerintahan, kebebasan tiadak ada lagi, oleh sebab kekhawatiran akan timbul bahwa kepala negara atau senat akan membuat hukum tirani dan akan menjalankannya secara tirani pula.  Hal ini juga mengakibatkan keyidak bebasan apabila kekuasaan bila keuasaan yudikatif tidak terpisah dari legislatif dan eksekutif. Bila kekuasaan legislatif disatukan dengan kekusaan yudikatif hidup dan kebebasan warga negara berada dalam control sesuka kekuasan itu, sebab hakim adalah pembuat hukum (legislatif) akan tetapi, bila ia disatuka dengan kekusaan eksekutif maka hakim akan bertnadak dengan kekuasaan atau kekerasan gambaran yang telah terlihat jelas bahwa pmerintahan tersebut akan hancur yang terdiri dari orang bangsawan atau rakyat biasa dalam melaksanakan tiga kekuasan yaitu, eksekutif, legilatif, dan yudikatif.
C. Fungsi Pemerintahan Eksekutif, legislatif dan Yudikatif
            Sebagaimana tercermin dalam Undang-Undang Inggris abad ke-18 Montesqiueu melihat dalam struktur pemerintahan tersebut sumber-sumber wewenang yang berbeda untuk masing-masing, dan dalam pemisahan ini, ia melihat kelestariannya pada kebebasan individu.  Kebebasan politik pada seorang warga negara adalah ketenangan jiwa yang timbul dari prinsip bahwa masing-masing orang dijamin keamanannya dan agar semua orang mempunyai kebebasan ini. Dalam hal ini pemerintah harus berusaha agar warga negara tiadk perlu takut terhadap warga negara yang lainnya. Manakala kekuasaan eksekutif bergabung dengan kekuasaan bergabung dengan kekusaan legislatif maka tidak aka nada kebebasan karena orang akan merasa takut bahwa raja yang sama ataupun senat yang sama membuat Undang-Undang yang kejam dan akan melaksanakannya dengan kejam pula.
            Dalam penerapannya juga tidak ada kebebasan jika kkeuasaan kehakiman tidak dipisahkan dari kekuasaan legislatif dan kekuasan eksekutif. Kalau kekuasaan pengadilan itu digabungan dengan kekuasaan legislatif maka kekuasaan atas hidup dan kebebasan warga negara
akan menjadi sewenang-wenang, sebab hakimnya kan menjadi sumber pembuat undang-undang seandainya kekuasaan pengadilan itu disatukan dengan kekusaan eksekutif  maka hakim dapat menjadi kekuasaannya sebagai penindas. Kekuasaan tidak boleh diberikan kepadasenat permanen melainkan hatus dilaksanakan bagi orang-orang yang diambil dar lembaga-lembaga rakyat sepanjang waktu yang dibutuhkan.
            Sekalipun badan pengadilan tiadak boleh tetap namun keputusan harus menetap sedemikian rupa sehingga keputusan tidak pernah lain dari naskah undang-undang yang telah ditetapkan. Kekuasaan legislatif akan dipercayakan baik kepada dewan para bangsawan maupun kepada dewan yang akan dipilih untuk mewakili rakyat, masing-masing dewan akan mengdaakan sidang dan pembahasan secara terpisah dan mempunyai pandangan serta kepentingan yang terpisah. Kekuasaan kehakiman dalam hal ini berarti kosong, makan tinggal dua kekuasaan dan kerena kekuasaan itu membutuhkan kekeuasaan untuk mengaturnya memperlunak kekuasaan tadi maka badan legislatif dalam hal ini mempunyai bagian yang tepat. Kekuasaan eksekutif seharusnya berada ditangan seorang raja karena bagian pemerintahan yang hamper membutuhkan tinadakan-tindakan segera ini akan lebih baik dikelola oleh satu orang dari pada banyak orang, sementara apa yang menjadi keuasaan legislatif lebih banyak diatur dari banyak orang dari pada satu orang saja.
            Dalam hal ini kalau tidak ada raja, dan kekuasaan eksekutif dipercayakan kepada sejumlah orang tertentu yang diambil dari lembaga legislatif, maka tidak ada lagi kebebasan, karena kedua kekuasaan tersebut telah bersatu, orang-orang yang sama terkadang menjadi bagian dan dapat selau menjadi anggota kedua kekuasaan itu. Jika lembaga legislative tidak bersidang maka tidak ada kebebasan lagi, sebab aka nada beberapa hal yang akan terjadi bahwa tidak aka nada lagi keputusan legislatif dan negara itu akan berubah menjadi anarkiataupun keputusan itu akan dibuat oleh kekuasaan eksekutif dan kekuasaan eksekutif akan menjadi kekuasaan yang absolute. Tidak ada gunanya lagi bagi lembaga legislatif untuk bersidang tanpa interupsi karena tinadakan tersebut aan membuat ketidakpuasan wakil rakyat dan akan membebani kekuasaan eksekutif terlampau berat. Oleh karena itu kekuasaan eksekutif tidak akan berpikiruntuk berbuat melainkan untuk membela hak-hak prerogatifnya dan haknya untuk bertindak.
            Kekuasaan legislatif tidak boleh mempunyai kemampuan yang sama dalam mengecek kekuasaan eksekutif, sebab pelaksanaan itu mempunyai batas-batas dari kodratnya sendiri maka tidak ada gunanya membatasinya, disamping itu kekuasaan eksekutif dilaksanakan terhadap hal-hal yang lansung . tetapi dalam kekusaan negara yang merdeka kekuasaan legislatif tidak boleh mempunyai hak untuk membatasi kekuasaan eksekutif , kekuasaan legislatif itu mempunyai hak dan seharusnya mempunyai kemampuan untuk memeriksa cara-cara pelaksanaan undang-undang  yang telah dibuatnya.
            Kekuasaan eksekutif sebagaimana yang telah dijelaskan tadi sebaiknya ikut serta dalam pembuatan Undang-undang dalam megunakan kemampuanya mengunakan hak Veto, kalau tidak kekuasaan kehilangan hak-hak istimewanya. Akan tetapi jika kekuasaan legislatif mengambil bagaian dalam pelaksanaan kekuasaan eksekutif pun akan hilang. Agar kekuasaan eksekutif tidak dapat menindas maka angkatan senjata yang berada dipihaknya harus nya terdiri dari rakyat juga yang telah memilihnya sebagaiman yang telah terjadi di Roma. Seandainya kekuasaan eksekutif bertindak untuk menaikkan dana-dan umum tanpa persetujuan legislatif maka tidak aka nada kebebasan lagi, karena kekuasaan eksekutif akan menjadi pembuat Undang-Undang yang paling penting.  Dalam hal ini sebaiknya tentara tidak bergantung pada legislatif karena jika tentara bergatung pada lembaga legislative maka akan membuat pemerintahan itu cendorong Militerisme.
  
BAB III
Kesimpulan
            Dalam  bagian terdahulu tulisan ini membahas mengenai pembagian kekuasaan oleh Montesqiueu yang terdiri atas kekuasaan eksekutif, kekuasaan legslatif dan kekuasaan yudikatif.
Pembagian atas tiga kekuasaan itu bila tidak dijalankan dengan baik maka akan terjadi depotisme atau kekuasaan yang sewenang-wenang. Menurut Montesqiueu yang disebut dengan kemerdekaan itu adalah berbuat dengan suka hati sehingga menimbulkan kekerasan akan tetapi masyarakat itu mempunyai hukum dengan demikian kemerdekaan itu merupakan hak untuk membuat yang dibenarkan atau diinginkan oleh hukum, sebaliknya jika seseorang berbuat dengan melanggar hukum maka seseorang itu tidak lagi mempunyai kemerdekaan. Montesqiueu berpendapat bahwasannya keadilan merupakan suatu pengertian yang telah ada lebih dahulu sebelum adanya hukum positif. Oleh karena itu, dalam suatu masyarakat manusia harus menyesuaikan dir dengan keadilan hukum positif yang sesuai dengan keadilan adalah hukum yang benar. Kalau kekuasaan pengadilan itu digabungan dengan kekuasaan legislatif maka kekuasaan atas hidup dan kebebasan warga negara akan menjadi sewenang-wenang, sebab hakimnya kan menjadi sumber pembuat undang-undang seandainya kekuasaan pengadilan itu disatukan dengan kekusaan eksekutif  maka hakim dapat menjadi kekuasaannya sebagai penindas dan Dalam hal ini kalau tidak ada raja, dan kekuasaan eksekutif dipercayakan kepada sejumlah orang tertentu yang diambil dari lembaga le dalam kekusaan negara yang merdeka kekuasaan legislatif tidak boleh mempunyai hak untuk membatasi kekuasaan eksekutif , kekuasaan legislatif itu mempunyai hak dan seharusnya mempunyai kemampuan untuk memeriksa cara-cara pelaksanaan undang-undang  yang telah dibuat legislatif, maka tidak ada lagi kebebasan. Kekuasaan eksekutif sebagaimana yang telah dijelaskan tadi sebaiknya ikut serta dalam pembuatan Undang-undang dalam megunakan kemampuanya mengunakan hak Veto.


Referensi
Noer Delier. Pemikiran Politik Barat, 1997.  Bandung. Mizan Anggota IKAPI
Suseno- Franz Magnis. Demokrasi Klasik & Modern, 1992. Jakarta. Percetakan Grafika Mardi Yuana


[1] De l’ Esprit de Lois, Bagian XI, Bab ke-6-7

Tidak ada komentar:

Posting Komentar