Kamis, 21 Juli 2011

Teori Hubungan Internasional dan Pandangan Dunia Islam

Ditulis oleh Shahrbanou Tadjbakhsh dalam buku Non-Western International Theory Persfectives on and Beyond Asia editan Amitav Acharya dan Barry Buzan. Pada pertengahan 1980an Holsti (1985:127) membuat pernyataan bahwa teori internasional hampir tidak ada diluar negara Anglophone, pernyataan tersebu memiliki makna yang ambigu, dimana Holsti memamerkan kejayaan bangsa Eropa atas pembentukan negara, kekuasaan, pengaruh dan mengacu kepada kehidupan Anglo-Amerika yang menjadi awal dari perkembangan ilmu pengetahuan dan juga faktor-faktor yang menyatakan sebab akibat.
Seperti halnya Acharya dan Buzan dalam pandangan dunia islam mengenai teori hubungan internasional, dimana pandangan dunia islam dapat memberikan suatu pendapat atau opini terhadap generalisasi dari sebuah teori hubungan internasional yang saat ini berkembang. Dimana dunia islam memiliki visi tersendiri dalam hubungan internasional dimana dapat berkontribusi pada teori konstruktivis. Jadi dapat dikatakan bahwa terlalu dini menilai bahwa didunia islam tidak adanya pengearuh teori internasional barat.
Beberapa Konfrontasi
Dimana terjadi perdebatan antara para ilmuan muslim untuk menjawab persoalan yang kontemporer, dimana salah satu tantangan tersebut adalah sekularisasi yang ditetapkan sebagai sebuah modernisasi dikalangan bangsa barat. Tantangan kedua, globalisasi dimana adanya zona diluar Liberal-modernis, dimana terjadi perubahan bentuk pemerintahan menjadi demokrasi, dimana hal tersebut dijadikan jalan menuju sekulerisme ‘teologi liberal sekulerisme’ (Pasha 2003:120) untuk mecari pembenaran melalui hubungan antar negara selain domestik.
Hal tersebut menjadikan nilai-nilai islam memudar dan dimana dalam buku ini mengasumsikan perubahan pola berpikir dan keyakinan dimana lebih besar atau sedikitnya pengaruh yang dibawa oleh pihak barat ke dunia islam. Hal ini bukan hanya menjadi tekanan kepada sarjana barat, tetapi juga menjadi tekanan yang luar biasa berat bagi sarjana muslim yang ada untuk menjelaskan pemudaran tersebut. Terjadinya pluralisasi kecenderunga untuk menundukan dunia islam terutama terhadap kebijakan dan kekuasaan negara.
Oleh karena itulah konteks Hegemoni yang ditawarkan Gramscian dapat diterima secara universal ditatanan politik internasional sehingga menimbulkan sebuah wacana perdamaian Wesphalia, namun pengaruh islam terhadap THI  tidak dapat diabaikan begitu saja karena  tidak dapat diberhentikan sama sekali bahkan para sarjana muslim lebih giat lagi untuk membuat sebuah wacana melalui peristiwa pemikiran politik timur, dengan lebih memfokuskan diri pada keadilan, kolektivitas solidaritas, dan emansipasi.
Apa yang Menjadi Sumber untuk THI Islam
Dengan adanya pendapat Mirbagheri (2006) mengatakan islam islam memahami manusia dan memiliki tanggapan yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan, dapat bertindak sebagai teori, hampir sama seperti yang berada pada filsafat politik barat mengenai tindakan manusia. Dalam buku ini mereka memberikan tiga sumber yang berbeda dalam dunia islam dan bagaiman seharusnya islam berinteraksi dengan orang lain. Berikut sumber-sumber dan aktor yang di sajikan oleh Acharya dan Buzan :
1.    Landasan dalam pemahaman THI Islam bersumber pada Al Qur’an, Hadist, Sunnah atau Ijtihad
2.    Adanya pemberontakan terhadap ortodoksi yang berlaku dan dipimpin oleh para pemimpin nasional.
3.    Adanya rekonsiliasi sebagai sebuah gerakan islamisasi untuk sebuah rekonseptualisasi ilmu sosial, dan ektensi THI.
Sumber Klasik
Acharya dan Buzan dalam bukunya ini mengingatkan kepada kita bahwa tradisi klasik dan pemikiran agama telah menjadi dasar para tokoh pemikir di Asia untuk menjadi awal berpikir internasional. Begitu pula diperiksanya sumber nyata untuk mencari THI non-barat sebagai alternatif yakni Al Qur’an, Hadist, Sunnah, Syariah sebelum menentukan THI. Pendekatan Yurisprudensi untuk THI Islam dapat diidentifikasi dalam konsep jihad, dimana memiliki konteks yang berbeda dalam definisinya dimana bukan bermakna perang tetapi berjuang untuk mewujudkan sesuatu yang diyakini. Menurut Rajaee(1999) jihad dalam Al Qur’an terbagi dua yakini jihad besar (perjuangan Internal) dan jihad kecil (melibatkan eksternal yakni berusaha untuk menghilangkan hambatan menuju jalan Allah dengan melawan orang-orang kafir. Islam dalam hubungan luar negerinya membagi dunia menjadi dua bidang yakni Dar al Islam (wilayah Islam) dan Dar al Harb (kerajaan perang) (Khadduri 1955)
Dar al Islam mengacu kepada dimana islam berdomisili tunduk kepada tuhan dan menjalan perintahnya sehingga menimbulkan kedamaian didalam wilayah tersebut. Daerah perang mengacu kepada tempat orang-orang kafir berdomisili sehingga dapat mengancam keberlangsungan Dar al Islam yang menimbulkan permusuhan antara keduanya. Perbedaan ini dibuat berdasarkan aturan hukum islam, Syariah yang seharusnya melindungi kehidupan muslim, properti dan iman (Abo-Kazleh 2006:43).
Beberapa pertimbangan dari THI Islam, pertama harus diklarifikasikan bahwa divisi biner adalah pendekatan yudisial dengan Al Qur’an. Kedua dalam hal Dar al Islam dan Dar al Harb sebenarnya tidak dinyatakan secara jelas dalam Al Qur’an dan Sunnah, tetapi diciptakan oleh para sarjana muslim.
Asumsi yang timbul adanya hubungan  antar negara islam dan non-islam bukan karena teori perang, tetapi kerena adanya lebih dari satu negara islam yang melanggar hukum oleh defisi hukum islam (Bouzenita 2001:36) oleh karena itu hukum islam tidak menetapkan hukum aturan untuk hubungan antara entitas negara islam.
Ketiga, dualisme seharusnya menjadi konsep sentral dari THI islam, tujuan akhir islam menurut pandangan ini yaitu membentuk umat dimana aturan syariah dan mendefinisikan tugas muslim. Milbagheri menganggap konsep kekuasaan pada saat itu telh mendeka reali dan neorealis dimana memperlakukan perdamaian dan perang sebagai instrumen dari kebijakan. Hal terebut tertera pada perjanjian damai Wesphalia tahun 1648 yang mengakhiri perang tiga puluh tahun dieropa, dimana sebagai awal membentuk komunitas negara kristen  yang didominasi oelh kerajaan Ottoman.
Keempat, hukum islam menjadi sebuah yang realis berdasarkan kekuasaan dan perang dimana adanya interpretasi dari ayat-ayat dalam Al Qur’an. Kekerasaan hanya boleh dilakukan untuk membela dir , melindungi properti dan membela iman mereka.
Penolakan sebagai Reaksi Defensif
Pandangan kosmologi yang diartikan sebagai sifat tertib eksistensi manusia (Rajaee 1999) ditantang oleh pandangan dunia sekuler dimana kebenaran dapat digantikan oleh kekuasaan sebagai tujuan akhir politik. Reaksi yang ditunjukkan oleh dunia islam sebagai awal dari medernitas dipicu oleh kekalah imperium Utsmani, namun jantung dari dunia islam sendiri adalah timur-tengah yang dapat menembuh substansi dunia pada saat ini (Brown 1984;7). Pada abad 19 dan 20 hilangnya kepercayaan dalam dunia islam menjadi penyebab dua perbedaan tanggapan baik yang bersikap menerima maupun menolak.
Dalam buku ini Archarya dan Buzan menyarankan persatua Asia dan egionalisme atas nasionalisme. Kontribusi yang diberikan oleh para pemikir dan pemimpin islam menurut mereka belum dapat ditafsirkan sebagai perfektif THI.
Reformasi Islam : Regionalisasi Islam sebagai sebuah Proyek Modernis
Ssalah satu reaksi yang diberika oleh dunia Islam terhadap dunia lain adalah menghidupkan kembali reformasi dan memperkuat islam baik terhadap perambahan dunia barat dan juga menjadi reformasi internal yang dikenal sebagai al Nahda Asr (usia Renaissance). Meningkatkan keberlangsungan hidup umat islam diperlukan untuk menghadapi Eropa. Menurut Afghani, islam otentik mendorong penggunaan alasan terutama saat mengartikan kitab suci untuk membimbing tindakan manusia. ‘Abduh menyatakan bahwa islam tidak memaksakan kondisi atas alasan lain dari pada mempertahankan iman (‘Abduh 1966:176). Al Qur’an menjadi sesuatu menutun sebagai sebuah sarana yang diperlukan untuk keberlangsungan hidup dan kesejahteraan, dan sudah terkandung didalamnya sebuah contoh kebenaran tentang dunia sekarang dan kaitannya dengan penemu-penemu ilmiah modern (Nasr 1968). Islam apabila diartikan dengan tepat tidak menentang rasionalitas dan medernitas, karena sebagian besar konstitutif kebenaran modern seperti rasionalitas. Oleh karena itu rasionalitas tidak bisa disamakan dengan modernitas didunia barat yang melayani kepentingan barat.
Reaksi Islam
Penolakan reformasi dalam islam bertepatan dengan kebangkitan agama dan politik di dunia islam. Gerakan pembebasan dari bekas koloni di Afrika dan Asia telah mengembalikan kepercayaan di dunia non-barat, membuat cernas para pemikir islam, dengan menjadikan pengalaman atas kegagalan ideologi sekuler dominan di negara-negara islam. Sehingga terjadi perdebatan yeng memungkin kembali berjayanya negara-negara islam.
Ijtihad adalah pengejaran intelektual bebas yang mengabaikan sejarah akumulasi dan tradisi fiqih ddan membuat kewenangan tersendiri (Zubaida 2005: 438) . dalam hal ini terdapat dua pemahaman yang berbeda dimana salah satu menyatakan keunggulan intuisi manusia dan kebenaran iman sebagai sebuah alasan. Sedangkan modernis dianggap sebagai keberlangsungan hidup dan integritas islam tergantung pada terbebasnya dari para korupsi asing. Semua hal ini hanya bisa diatasi oleh kemaha tahuan Allah dan kesatuan otoritas keagamaan dan politik dalam islam. Dalam hal ini tampaknya islam memiliki pandangan yang lebih jelas mengenai sifat negara dan hubungan internasional dari modernis itu, Khomeini mengemukakan pandangan mengenai  Dualitas THI Islam dalam hal ini bukal\n Realism Islam dan Realm of War, namun dari segi (mustadafun) tertindas dan penindas, kedua istilah yang diambil dari alquran, yang berhubungan langsung dengan bidang moral. \menurut Al Quran Allah telah menjanjikan bumi untuk orang yang tertindas, dalam pandangan Khomeini masyarakat islam bermoral oleh kebajikan yang ada pada setiap diri anggotanya, dan itu diwujudkan dengan kepatuhan setiap hari terhadap hukum-hukum Allah (Euben 2002:37). Sebaliknya sebuah masyarakat dibangun atas otoritas manusia yang merupakan makhluk sempurnadimana mendefinisikan aturan-aturan moral dan hukum. Jadi secara kontemporer untuk menghindari dunia yang kejam adalah tunduk kepada pesan islam sebagaimana yang tersampaikan dalam hukumnya. Fischer (1980:99) berpendapat bahwa retorika Khomeini tidak hanya kata-kata islam tradisional, tetapi mencakup makna kontemporer dan tuntutan dari dalam dan luar negeri, seperti keprihatinan populis dengan kesejahteraan kelas bawah, anti ketergantungan hubungan oerdagangan, nonaligment kebijakan luar negari.
Jalan Kreatif untuk Rekonsiliasi
Perdebatan mengenai modernisasi dalam dunia islam dianggap sebagai respon postmodern terhadap ide globalisasi. Iman tidak hanya diperkenalkan sebagai rasionalitas dan materialisme tetapi juga sebagai perinsip-prinsip pengetahuan. Apabila kedua jaln tersebut tidak dapat memberikan perubahan yang berarti maka dapt dilakukan dengan jaln terkahir yakni menggunakan bahasa dan alat politik barat sebagai pertimbangan terakhir dalam islam. Islamisasi siperkenal oleh Ismail Al-Faruqi pada tahun 1982 diartikan mendefinisikan kembali dan menyusun ulang data untuk memikirkan kembali alasan yang berkaitan dengan data , sehingga dapat dievaluasi dan ditarik kesimpulan kembali untuk reprojek tujuan untuk memperkaya dan melayani kepentingan islam.
Sebuah proyek dimulai dengan asumsi bahwa intelektual multidimensi dan malaise moral yang mengganggu umat muslim berasal dari imperialisme epistimologis (Al-Masseri 1994: 403). Imperialisme ini didasarkan pada etnosentrisme dengan ditandai pengabdian kepada pengetahuan yang abstrak dan memisahkan dari metafisik dan nilai-nilai etika yang memberitahukan hal tersebut (ibid. Abul-Fadl 1993:33). Dikatakan mereka yang mengabaikan penciptaan untuk mendaptkan pemahaman yang murni positivistik mereka yang selalu sibuk dengan berakhirnya sebuah sejarah, peradaban, psikologi dan ekonomi. Pada akhirnya pengetahuan perfektif islamisasi mengundang latihan untuk berinvestasi di paradigma dekonstruksi dominan untuk menggali kontradiksi, kompleksitas, diskontinuitas, dan kesempatan yang hilang dimana dikaburkan oleh bahasa kemajuan, modernisasi, dan rasionalisasi (Abul Fadl 1993:111 dikutip dalam Euben 2002:44). Ragab (1996, 1998) mencoba menggabungkan alasan (rasionalitas), iman (intuisi), dan indra (empirisme) terhadap sebuah paradigma baru dalam ilmu sosial, dia mencoba dasar dari sosiolog Pitrim Sorokin (1985) untuk siapa sistem nilai membentuk sebuah kebenaran pengetahuan mencakup ideasional, sensasi, dan sistem super idealis budaya (Sorokin:226-83). Kebenaran dibangun berdasarkan apa yang dapat dirasakan oleh indra, sehingga empiris dan idealis sebagai mensintesis dari keuanya dibuat sebagai alasan.
Tampak Perubahan pada Dunia
Globalisasi arus dan perbatasan terbuka, gerakan penduduk, kerja paksa atau sukarela telah menyebabkan terjadinya perubahan pada muslim seluruh dunia. Nasib mereka dihubungkan dengan masyarakat tempat mereka tinggal, segingga permasalahan untuk menarik garis pembatas antara islam dan non-islam menjadi pertimbangan disatu-satunya ruang. Tantangannya adalah bagaimana maasyarakat muslim hidup sebagai kaum minoritas diwilayah barat. Jika hubungan antara keduanya berbeda tempat tinggal dalam arti tidak ada lagi ruang yang memadai untuk keduanya sebagai gantinya perlu untuk mengklasifikasi hubungan antara manusia yang memiliki peradaban yang berbeda budaya, etika, agama, dan bagaimana hubungan antara interaksi warga yang berkelanjutan dengan sosial, hukum, ekonomi, atau kerangka politik ruang tempat mereka tinggal. Dengan demikian tujuan THI kontruksi dalam islam adalah keseimbangan untuk tiga kekuatan warisan lokal,  tuntutan modern, dan perintah-perintah islam dengan cara inklusif dan menghargai dialog perbedaan.
Analisis Pilihan dan Perbedaan
 Pencarian THI non-barat menghadapi ketegangan antara ruang dan ide-ide, dunia islam membutuhkan pengawasan bukan sebagai sebuah daerah HI tetapi sebagai sebuah zona budaya dimana terus berfikir tentang apa yang merupakan pengetahuan baik hidup dan tujuan akhir
Sebuah THI Potensi islam pada dasarnya Berbeda dari Pendekatan Barat
Sikap islam dalam THI adalah tegas normatif, dalam arti Aristotelian ilmu tidak hanya sebuah refleksi tentang apa yang ada tetapi juga tentang apa yang harus dilakukan. Konsepsi damai bertentangan dengan diktum realis bahwa perintah harus mendahului keadilan, berdasarkan premis bahwa keadilan tidak dapat dicari atau diterapkan dalam keadaan kacau. Dalam islam menentukan moralitas dan etika serta saling ketergantungan antara manusia, tuhan dan alam seharusnya mengganti alasan untuk mngejar kebahagiaan individu dan negara.
Perdebatan Dinamis dari Sekedar Reaksioner
Acharya dan Buzan berpendapat THI barat mendapatkan Hegemoni Gramscian dimana diatur untuk melawan apriori baik untuk menemukan persamaan dari THI isuatu wilayah tertentu atau penolakan. Baik adopsi maupun penolakan adalah bagian reaksi yang sama jauh dari penciptaan asli dan akhirnya latihan kreatif karena mereka sudah mengalah untuk kekuatan Hegemonik THI barat mereka menegaskan ketidak berdayaan alternatif dalam menyelesaikan masalah internasional.
Jantung Islam Terletak pada Dua Dasar Pendekatan yang Berbeda
Pendekatan yurisprudensi berdasarkan fiqih dan syariah melihat sejarah dan manusia sebagai sesuatu yang mutlak. Pendekatan epistemis melihat kebajikan dalam interaksi dan pertukaran antara manusia dan sejarah.
Teorisasi Terbaik dapat Dipahami Melalui Kontruktivis dan Pendekatan Kritis dalam THI
Realis dan liberal ortodoksi telah datang dalam perkembangan THI barat dengan upaya untuk menempatkan etnis, gender, budaya dan agama. Pengenalan nilai dan norma dalam sudut pandang idealis atau dimensi bersaing dengan negara atau teori power-focused. Dimulai dengan membahas legitimasi keagamaan atau etka dalam hubungan internasional. Adanya tiga variabel yang menarik yakni:
-       Agama, adanya pengabaian agama dimana lebih memilih melakukan pencarian awal dengan mengandalkan penjelasan rasional dan pedomana perilaku manusia.
-       Budaya, menjadi fktor sebagai salah satu sebagai translasi berdasarkan akumulasi, konsumerisme, dan individualisme mengikis nasional mendefinisikan identitas geografis sebuah bangsa, budaya muncul sebagai ideologi, konsepsi dan perlawanan kontra-hegemonik, asli, lokal, dan partikularistik merupakan hambatan potensial untuk mendirikan hegemoni global barat yang terpusat.
-       Identitas, subjektifitas berasal dari gagasan bahwa individu sebagai anggota masyarakat. studi tentang peran identitas dalam HI antara konstruktivisme dan neo-utilitarianisme, pembangunan dan dominasi identitas tertentu merupakan produk yang kompleks faktor interaksi ideasional dan obyektif. Dalam dunia Islam, konstruktivisme dapat memberikan kontribusi untuk analisis dimensi anti-esensialis identitas idealis, seperti Arabisme atau Islamisme baik sebagai penyebab dan kendala atas keputusan kepemimpinan (Teti 2007: 135). Konstruktivis akan mengakui bahwa mengejar kepentingan material yang dapat memotivasi para elite negara, tetapi kebutuhan untuk melegitimasi ini dalam hal norma dan identitas, baik itu Arab atau identitas Islam berbagi dengan populasi mereka, membatasi pilihan-pilihan kebijakan mereka (Barnett 1998). Dalam model Westphalia, legitimasi negara 'berasal dari kongruensi itu antara identitasatau bangsa dan kedaulatan atau negara. Di Timur Tengah, sebaliknya, adanya substansi kuat dan berkuasa suprastates identitas loyalitas tantangan kepada negara (Hinnebusch 2005).
Kesimpulan
Kesimpulannya, tidak ada cara alternatif dari perspektif islam mengenai pengorganisasian hubungan internasional. Hal ini dikarenakan wacana dalam islam secara dinamis terpisah satu sama lainnya, dan fakta bahwa dunia islam tidak memenuhi kriteria untuk dapat disebut sebagai pandangan alternatif. Pandangan alternatif itu sendiri lebih didasarkan pada “kekuatan ide-ide seperti iman, keadilan dan berjuang terhadap 'Kehidupan baik' dari moralitas religius, bertentangan dengan mengejar kepentingan material dan kekuasaan sendiri” (hlm 191). Untuk itu dunia Islam ditantang untuk dapat menerapkan teorinya dalam praktek nyata. Berikut lima hipotesis yang dikemukakan oleh Acharya dan Buzan mengenai ketidakmunculan teori HI non-Western.
1.                Pemahaman teori HI Western yang tidak sesuai dengan kenyataan dari perspektif muslim. Hal ini disebabkan oleh “desakan teori HI Western terhadap negara, kekuasaan, dan kedaulatan” (hlm. 191). Penerimaan umum terhadap metode, epistemologis dan ontologis dari teori HI Western sendiri telah memiliki kewenangan pengaruh dalam dunia Islam, yang terbukti dengan terikatnya sarjana-sarjana Islam dalam menjelaskan adopsi, penolakan, dan hibriditas mereka dan bukannya berusaha untuk mencari tahu kemungkinan perspektif lain dengan kembali ke sumber asli Al-Qur'an, Hadis dan Sunnah.
2.                Ketidakmampuan perspektif Islam dalam mengatasi hegemoni Barat saat pemikiran alternatif  sedang dicari-cari dalam dunia Islam itu sendiri. Hal ini berbandig terbalik dengan kasus Cina yang berbeda ideologi dengan Barat—Marxist dan Maois, yaitu jika ideologi Cina diterima dan dianggap sebagai perspektif kompetitor maka teori HI Islam memiliki peluang sebagai perspektif alternatif.
3.                Alternatif non-Western dari perspektif  Islam sebenarnya ada tetapi tertutupi oleh konsep rasionalisme dan kekuasaan negara dari teori HI Barat.  Perspektif alternatif tersebut didasarkan pada keadilan, iman, dan emansipasi, yang terbentuk oleh sejarahnya, dan dari teori Barat itu sendiri.
4.                Adanya diskriminasi kondisi lokal bahwa pemahaman akan dunia Islam dan pemikiran alternatif selalu terkait dengan atau menyertakan perluasan masa lalu dan tanggapan akan tantangan-tantangan yang berasal dari luar dunia Islam tersebut. Misalnya sumber klasik dalam konteks kodifikasi hukum Islam tentang hubungan antara Muslim dan non-Muslim selalu dikaitkan relevansinya dengan teori-teori dalam konteks modernisasi oleh para intelek Muslim.
5.                Dunia Islam memang harus menyusul ketertinggalan startnya dari Barat dan beradaptasi dengan negara-negara bangsa dan sistem internasional, tetapi hal tersebut bukan sebagai tujuan utama, melainkan untuk mencapai tujuan akhir. Perspektif Islam sendiri memiliki tujuan yang besar untuk ‘kehidupan yang baik’.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar