Tulisan ini merupakan book review dari buku yang berjudul Non-Western International Relation Theory yang diedit oleh Amitav Acharya dan Barry Buzan. Buku tersebut merupakan kumpulan tulisan-tulisan dari akademisi yang berkosentrasi dalam studi hubungan internasional yang mencoba menguak ada atau tidaknya teori hubungan internasional di negara-negara non-barat, khususnya di negara-negara Asia. Dalam buku tersebut, para penulis berusaha mencari teori studi hubungan internasional yang berasal dari negara-negara Asia. Pada umumnya teori-teori hubungan internasional di negara-negara Asia tumbuh dari sejarah, tokoh dan budaya yang berkembang di masing-masing negara. Oleh karena itu, teori hubungan internasional di Asia berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Tentunya hal ini sangat baik dalam memperkaya teori hubungan internasional yang sudah ada. Dalam buku ini juga membahas mengapa teori hubungan internasional di Asia sangat lamban dalam perkembangannya dan bahkan dikalahkan oleh teori-teori yang berasal dari barat seperti keadaan saat ini.
Review ini akan membahas secara singkat isi dari buku yang berjudul Non-Western International Relation Theory tersebut. Dalam buku tersebut membahas mengenai teori non barat yang terdapat di negara-negara Asia seperti China, Jepang, Korea, India, Indonesia, dan pandangan Islam mengenai teori hubungan internasional. Kemudian pada tulisan ini juga akan membahas kendala-kendala yang dihadapi negara-negara tersebut serta kritik-kritik saya dari pembahasan dari buku Non-Western International Relation Theory tersebut.
Dalam bab pertama dalam buku tersebut merupakan pendahuluan yang membahas faktor-faktor yang menyebabkan terlambatnya perkembangan ilmu hubungan internasional di Asia dimana tertutup oleh dominasi teori hubungan internasional barat, dimana teori dari barat cenderung lebih dapat diterima dalam dunia internasional, hal ini disebabkan menangnya negara barat dalam Perang Dunia II, sedangkan keadaan negara-negara di masih jauh dari sejahtera yang membuat para akademisi hubungan internasional tidak dapat mengembangkan teori-teori yang ada di negaranya masing-masing secara intensif, dan keadaan pemerintahan di beberapa negara Asia yang memakai sistem komunis yang mengharuskan adanya satu pemikiran tentang konsep negara dan kurang dukungan dari pemerintah atas perkembangan teori hubungan internasional.
Seperti di negara China, artikel yang ditulis oleh Yaqing Qin, menjelaskan bahwa teori hubungan internasional sebenarnya memang sudah ada di negara ini yang berasal dari pemikiran Confucius dan tokoh-tokoh lainnya namun teori tersebut terpendam. Mustahil rasanya jika China tidak mempunyai pemikiran tentang hubungan internasional mengingat China yang merupakan negara paling maju dalam peradabannya sejak jaman kekaisaran China pada dahulu kala.
Keadaan negara China yang berpaham komunisme berpengaruh pada perkembangan teori hubungan internasional di China. Dengan paham komunis yang berkembang di China mengharuskan China memberlakukan penyeragaman pemikiran tentang negara menurut pemimpin China dan China juga menutup diri dari dunia luar terutama dari negara barat yang merupakan musuh dari China yang berpaham komunis. China mempunyai pandangan tersendiri tentang negara yang menganggap negara sebagai keluarga besar dan tidak ada ruang bagi dunia internasional. Baru pada saat ini saja China berusaha mengejar ketertinggalannya dalam perkembangan studi hubungan internasional. Di universitas-universitas di China sekarang telah membuka jurusan hubungan internasional dan juga mulai menerima nilai-nilai dari barat serta berusaha mengembangkan teori-teori hubungan internasional yang ada di China. Ada beberapa konsep baru yang bisa jadi membangkitkan teori HI di China yakni, pandangan Tianxia, modernisasi pemikiran dan revolusi di China, reformasi dan integrasi ke dalam sistem internasional.
Hal serupa terjadi pada negara Korea Utara yang juga berpaham komunis. Korea Utara juga menutup diri dari dunia luar dan adanya penyeragaman pemikiran tentang konsep negara. Namun, hingga kini Korea Utara masih enggan membuka dirinya terhadap dunia luar. Keberadaan teori hubungan internasional di negara tersebut pun berdasarkan pemikiran pemimpin Korea Utara. Berbeda dengan saudara dekatnya, Korea Selatan, yang merupakan negara demokrasi, Korea Selatan dalam perkembangannya sangat dipengaruhi oleh dunia barat. Dalam tulisannya yang membahas tentang Korea, penulis Chaesung Chun, memaparkan bahwa Korea Selatan tidak mampu dalam mengembangkan teori hubungan internasional karena dilihat dari sejarah Korea Selatan yang selalu diintervensi oleh banyak negara seperti Amerika Serikat, China, dan Jepang. Dengan adanya faktor sejarah inilah para sarjana hubungan internasional Korea Selatan mempunyai pandangan realis dimana penaklukan terhadap suatu negara adalah tindakan yang sah.
Tulisan berikutnya yang terdapat dalam buku tersebut adalah pembahasan mengenai teori hubungan internasional yang berada di Jepang. Tulisan yang ditulis oleh Takashi Inoguchi menyebutkan bahwa Jepang mempunyai cita-cita sebagai negara yang memimpin di Asia, konsep tersebut dideskripsikan dengan formasi angsa terbang dimana Jepang memimpin negara-negara lainnya yang berada di belakangnya. Dalam buku tersebut menyebutkan beberapa sarjana yang merupakan lulusan dari universitas di Jepang dengan pandangan mereka sendiri terhadap teori hubungan internasional. Beberapa tokoh tersebut adalah Nishida Kitaro yang digolongkan sebagai pemikir konstruktivis, Tabata Shigejiro sebagai seorang teoritis hukum internasional dengan mengedepankan kebebasan individu dan sikapnya yang dalam banyak aspek sangat menentang Barat, kemudian ada Hirano Yoshitaro, seorang pakar ekonomi, menempatkan konsep integritas regional lebih tinggi dari kedaulatan negara. Teori hubungan internasional Jepang tetap tidak dapat dikatakan eksis karena bagaimanapun teori-teori positivis barat tetap memberi pengaruh kuat pada tataran praktis dan teori hubungan internasional di Jepang.
Teori hubungan internasional di India dalam buku tersebut yang ditulis oleh Navnita Chadha Behera menjelaskan ketiadaan teori hubungan internasional yang muncul dari India juga disebabkan dominasi teori hubungan internasional dari Barat, termarginalisasinya studi hubungan internasional dibanding studi lain dalam wilayah ilmu-ilmu politik, kurangnya dana seperti dana penelitian untuk pengembangan studi, kurangnya penerbitan bacaan, serta kurangnya sarjana-sarjana yang berkualitas baik dalam tingkat nasional maupun regional. Merupakan suatu tantangan besar bagi akademisi hubungan internasional India dalam mengembangkan studi hubungan internasional dari India agar nantinya dapat melahirkan suatu konsep pemikiran baru dalam studi hubungan internasional.
Di Indonesia sendiri studi mengenai hubungan internasional itu sendiri memang telah ada. Mengingat Indonesia yang merupakan negara heterogen dalam segi budaya, agama, dan ras tentunya Indonesia mempunyai banyak pandangan tentang studi hubungan internasional. Namun, di dalam buku ini khususnya artikel yang membahas tentang studi hubungan internasional di Indonesia yang ditulis oleh Leonard C. Sebastian dan Irman G. Lanti hanya mengupas studi hubungan internasional dari sudut pandang masyarakat Jawa saja.
Dalam tulisannya, penulis membagi dua kategori besar masyarakat Indonesia yaitu, masyarakat Jawa dan masyarakat seberang yaitu masyarakat non Jawa. Pembagian masyarakat ini berkaitan erat dengan sejarah Indonesia yang sejak dari dulu telah didominasi oleh orang Jawa, seperti halnya jabatan presiden di Indonesia yang dijabat oleh orang-orang Jawa yang mempunyai pengaruh besar di Indonesia. Salah satu tokohnya adalah Sukarno, yang dalam menjalankan pemerintahannya Sukarno sangat dipengaruhi oleh budaya Jawa. Sangat terlihat jelas kepemimpinannya dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa, dalam tulisan yang membahas teori hubungan internasional di Indonesia mengatakan bahwa masyarakat Jawa tidak suka perselisihan dan mereka selau memecahkan masalah dengan musyawarah dan apa bila tidak mendapatkan jalan keluar barulah kekerasan dapat dipakai untuk memecahkan permasalahan tersebut. Hal ini telah dituangkan dalan konsep negara yaitu Indonesia mempunyai konsep berdikari, wawasan nusantara dan juga menjadi salah satu negara pelopor pendiri ASEAN. Sama halnya dengan orang-orang Jawa lainnya, Sukarno juga mempunyai benda-benda keramat yang sampai saat ini masih menjadi misteri.
Pada inti tulisan yang membahas teori hubungan internasional di Indinesia adalah penulis berusaha menggambarkan keadaan yang konstruktif dari negara Indonesia dengan keadaan kebudayaan masyarakat Jawa melalui tokoh pemimpin. Namun, keberadaan budaya seberang dalam pengaruh hubungan internasional di Indonesia tidak bisa diabaikan. Budaya-budaya seberang seperti Islam juga sangat berpengaruh di Indonesia tetapi hanya sebatas referensi dan tidak berkembang seperti kebudayaan Jawa.
Kemudian pada tulisan berikutnya yang membahas pengaruh Islam pada teori hubungan internasional yang ditulis oleh Shahrbanou Tadjbakhsh mencoba mencocokkan pandangan Islam mengenai teori hubungan internasional dengan teori dari barat. Penulis mempunyai pandangan bahwa Islam melakukan pendekatan kontruktif terhadap studi hubungan internasional. Sebagaimana diketahui bahwa Islam dapat dipandang sangat kompleks, Islam dapat dipandang sebagai agama, budaya, dan idealisme. Islam yang juga dapat dipandang sebagai kebudayaan mempunyai tokoh dalam dunia perpolitikan. Namun, yang dipermasalahkan oleh para akademisi hubungan internasional adalah sumber teori hubungan internasional Islam yang berasal dari kitab suci. Para akademisi dari barat mempunyai pemikiran bahwa agama merupakan suatu dogma yang mempunyai pandangan sempit dan dunia barat mempunyai pandangan bahwa agama tidak dapat dicampur adukan dengan masalah politik dan kenegaraan. Dalam kenyataannya juga negara-negara Timur Tengah yang notabene adalah negara dimana Islam berasal juga tidak menggunakan pandangan Islam dalam praktek kenegaraan dan hubungan internasionalnya. Keadaan ini terjadi kerena dominasi teori dari barat dan juga adanya perdebatan antara komunitas-komunitas Islam yang terbagi menjadi beberapa golongan.
Buku tersebut berusaha menyampaikan bahwa ada teori hubungan internasional yang berkembang di negara-negara non barat terutama di Asia yang menjadi pokok pembahasan buku yang berjudul Non-Western International Relation Theory. Dalam buku tersebut membahas secara perbab mengenai teori-teori hubungan internasional di negara-negara Asia mulai dari China, Korea, Jepang, India, Indonesia hingga Islam. Buku ini juga berusaha membandingkan teori yang berasal dari non barat tersebut dengan teori yang berasal dari barat yang pada saat ini telah dipakai oleh para akademisi hubungan internasional di dunia yang telah diterangkan sebelumnya. Di dalam buku tersebut juga membahas permasalahan dan kendala yang dihadapi oleh teori-teori non barat sehingga teori-teori tersebut tidak dapat berkembang dengan pesat sehingga teori-teori dari baratlah yang dapat mendominasi.
Dominasi yang besar dari teori hubungan internasional dari barat ini terjadi karena cepatnya perkembangan teori-teori dari barat ketimbang dari teori-teori dari non barat, hal ini terjadi karena teori dari barat yang sangat mudah diterima pada keadaan dunia internasional. Sebagai perbandingan teori Westphalia dan teori yang berasal dari India kuno yang pada dasarnya kedua teori ini sama-sama membahas tentang hubungan internasional. Yang membedakan kedua teori ini adalah pada Westphalia jelas mengakatakan perbatasan negara sedangkan teori dari India Kuno tersebut samar menjelaskan tentang batas negara. Hal ini sangat berpengaruh dengan keadaan dunia pada saat Perang Dunia I dimana perspektif realis mencapai masa puncaknya. Disini batas negara jelas diperlukan dan teori Westphalia-lah yang paling cocok dipakai dengan keadaan seperti ini. Keadaan dunia pada saat itulah yang membuat teori Westphalia dipakai hingga saat ini dan mendominasi teori-teori dari non barat seperti teori dari India Kuno tersebut.
Negara-negara Asia merupakan negara jajahan negara-negara barat. Hal ini sedikit banyak sangat mempengaruhi keberadaan teori-teori dari negara non barat tersebut. Dengan adanya pendudukan tersebut, jelas negara barat berusaha menularkan budayanya sedikit demi sedikit kepada negara jajahannya. Bukan hanya dari segi budaya saja yang dimasukan oleh negara barat terhadap negara jajahannya tetapi juga dari segi pola pikir. Hal ini menjadi beberapa faktor bahwa teori dari barat dapat mendominasi teori hubungan internasional dari non barat. Selain itu juga negara-negara di Asia merupakan negara yang berkembang juga mempengaruhi perkembangan teori-teori hubungan internasional di Asia. Dari segi ekonomi ini jelas sangat berpengaruh sekali karena dalam melakukan pengembangan teorinya para akademisi hubungan internasional terkendala dengan biaya dan fasilitas dan juga mereka disibukkan dengan permasalahan pemenuhan kebutuhan primer mereka.
Kalau pun telah sejahtera ketertinggalan teori-teori hubungan internasional dari negara non barat sangatlah sulit untuk dikejar. Selain itu juga banyaknya akademisi hubungan internasional di Asia yang telah tergantung mati oleh teori dari negara barat. Para akademisi hubungan internasional di dunia diharuskan untuk membaca dan mengulang dan mengulang teori yang telah ada yaitu, teori yang berasal dari negara barat, dari pada harus mengembangkan teori yang ada di negaranya tersebut atau pun berusaha berpikir untuk menciptakan suatu teori yang baru. Sudah saatnya para akademisi di negara non barat mulai berusaha untuk mengembangkan dan menyempurnaka teori yang ada di negaranya.
Kebebasan berpikir disini jelas diperlukan oleh para akademisi hubungan internasional di negara-negara Asia guna mengejar ketertinggalannya bahkan jika perlu ditambahkannya satu mata kuliah yang khusus di universitas guna membahas teori-teori hubungan internasional yang ada di negara-negara Asia khususnya di negara akademisi hubungan internasional tersebut berada. Hal ini akan sangat berguna guna memperkaya teori yang telah ada. Selain itu juga seharusnya pemerintah dapat berperan serta dalam mengembangkan teori hubungan internasional dengan memberikan dana dan fasilitas terhadap akademisi hubungan internasional dan hal ini sangat berguna bagi kemajuan negara tersebut demi kemajuan negara tersebut.
Dengan berusaha membahas teori-teori hubungan internasional yang berada di luar barat, jelas buku ini sangat berguna bagi para akademisi hubungan internasional. Para akademisi khususnya yang berada di luar barat diharapkan sadar bahwa ada teori-teori hubungan internasional non barat yang harus mereka kembangkan guna memperkaya teori yang telah ada. Para akademisi setidaknya dapat membandingan okoh-tokoh yang bergerak dalam hubungan internasional dari barat seperti Machiavelli, Hobbes, dan Kant dengan pemikiran dari tokoh-tokoh yang barasal dari negara non barat seperti Sun Tzu dan Confucius. Kontribusi teori hubungan internasional yang berasal dari negara non barat juga dapat dipelajari dari pemikiran pemimpin-pemimpin yang sangat berpengaruh dari Asia seperti Nehru, Sukarno, dan Mao Ze Dong. Sebagai contoh, Sukarno yang sukses menjadikan Indonesia sebagai negara pelopor pendiri ASEAN sebagaimana kebiasaan masyarakat Jawa yang senang memecahkan permasalahan dengan cara bermusyawarah. Dengan adanya buku ini diharapkan para akademisi tidak tergantung dengan teori-teori dari barat dan dapat berusaha untuk menciptakan pemikiran baru tentang teori hubungan internasional.
Maka dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan sebenarnya perkembangan teori Hubungan Internasional tidak hanya ada dibarat tetapi juga diluar barat berkembang, walaupun dalam perkembangannya tersebut cenderung ditutupi oleh pihak barat dan dimana terkadang juga terpengaruh oleh oleh budaya yang berkembang dalam negara tersebut. Dari islam sendiri terlihat jelas bahwa banyaknya kemiripan dari teori Hungan internasional barat dengan islam, dimana dalam perkembangan sejarah sebenarnya adalah aristoteles, islam, yunani, dan romawi tetapi islam sendiri terhapus oleh kepicikan orang-orang dunia barat yang tidak ingin orang tau tentang islam.
Kelebihan yang terdapat dalam buku ini adalah menyampaikan bahwa teori hubungan internasional diluar barat juga ada tetapi cenderung dibatasi oleh budaya yang heteroen dan suku serta ras. Buku ini secara terbuka membuka wawasan kita tentang kemungkinan adanya teori dari dunia selain barat yang berpeluang dapat dijadikan teori hubungan internasional kelak karena sebuah teori kan terus bermunculan untuk memperbaiki teori sebelumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar