Kamis, 10 Mei 2012

The Future of International Migration



Tulisan ini merupakan summary dari tulisan Khalid Koser yang berjudul  “The Future of International Migration”  dalam bukunya International Migration: A Very Short Introduction, dalam chapter 8 (halaman 109-122), yang diterbitkan oleh Oxford University Press pada tahun 2007 di New York. Adapun sasaran Khalid untuk karyanya ini adalah semua kalangan yang tertarik dalam kajian perpindahan penduduk (migrasi). Oleh karena itu ia meluaskan kajian penelitiannya ke berbagai Negara di belahan dunia untuk mengkomparatifkan fenomena migrasi yang ada baik dari sudut pandang sejarah, ilmu pengetahuan, kepercayaan, budaya, dan masalah kemanusiaannya.
Secara khusus dalam chapter 8, Khalid ingin memberi prediksinya akan fenomena perpindahan penduduk dunia di masa akan datang, Khalid percaya bahwa masalah perpindahan penduduk sangat erat hubungannya dengan masalah social dan politik suatu Negara, artinya tingkat perpindahan penduduk suatu Negara berbanding lurus dengan tingkat kerumitan masalah social dan kebijakan politik Negara itu sendiri yang tidak jarang memberi dampak yang kurang  baik bagi para imigrannya dan untuk setiap Negara tentu memiliki regulasi yang berbeda-beda.
Untuk itulah pada chapter 8 Khalid ingin mengidentifikasi model – model imigrasi Negara – Negara yang berbeda yang turut mewarnai perpindahan penduduk dunia. Seperti yang terjadi di Asia. Khalid bersama penelitiannya menyatakan bahwa perpindahan penduduk kedepannya akan mengalami peningkatan dalam bentuk dan dinamika yang seiring dengan perubahan-perubahan kebijakan dan akan member dampak langsung maupun tidak langsung terhadap perekonomian global, bahkan dapat memajukan jika potensi sumber daya manusia yang berpindah tersebut dapat diandalkan.
Peningkatan imigrasi yang signifikan di Asia terjadi pada tahun 1970an hingga 1980an, di mana  tujuan penduduk Asia adalah ke Amerika, Australia dan Negara Teluk dan tentunya untuk keperluan lapangan kerja. Bahkan pada tahun 1995-1997an, ketika Asia mengalami krisis ekonomi yang luar biasa, pendapatan Negara terbantu oleh pendapatan tenaga kerjanya yang bekerja diluar Asia. Sedangkan pada tahun 2000, ILO masih mencatat 6,2 juta penduduk Asia bekerja tidak di Negara nya sendiri tetapi masih di Asia dengan tujuan Negara industri baru seperti Singapura, Malaysia, dan Jepang. Jadi, dapat dikatakan bahwa ekspor tenaga kerja bagi Negara – Negara berkembang seperti Indonesia dapat menjadi bagian penting strategi ekonomi Negara. Migrasi yang tercatat di Asia mayoritasnya adalah perempuan dengan tujuan profesi sebagai pembantu rumah tangga, hiburan, perhotelan dan perakitan elektronik-basis. Sedangkan migrasi tenaga professional dan migrasi akademis dengan Negara tujaun Amerika Utara sangat kecil dibandingkan tujuan lapangan kerja sebagai buruh.
Migrasi Internal
Defenisi dari migrasi internal kadang sulit dibedakan dengan migrasi internasional karena memerlukan konsep, data dan variable yang berbeda oleh tiap Negara untuk mengidentifikasi migrasinya karena pembatasan wilayah yang tidak jelas, seperti China mencatat 140 juta migran internal dan 200 juta migrant internasional, dengan harapan 20 tahun ke depan migrant internal meningkat menjadi 300 juta migrant, dengan kata lain akan terjadi peningkatan tiga kali lipat migrant internal di China.
Mengapa penting membedakan migrasi internal dan migrasi internasional yaitu, karena para migrasi dari desa menuju ke kota tak jarang bermigrasi lagi luar negeri, dan menjadi migrasi internasional. Hal ini disebabkan oleh gaji yang diperoleh di kota lebih besar dan akses informasi untuk pendidikan dan lapangan kerja di luar negeri sudah semakin mudah didapat ketika migrant tersebut berada di kota, sehingga memotivasi migrant internal untuk melakukan migrasi internasional. Karena migrasi internal telah memandirikan tenaga kerja khususnya perempuan untuk menjadi lebih berkompeten untuk bekerja di luar negeri walau hanya sebagai pekerja rumah tangga. Namun, fenomena ini tentunya akan memperngaruhi jumlah migrasi internasional Negaranya. Jadi, dapat diakatakan migrasi internal juga berkontribusi dalam pembangunana ekonomi suatu Negara.
Migrasi Tenaga Terampil
Selain migrasi internal yang membawa penduduk desa lebih berkesempatan bekerja ke luar negeri, globalisasi juga telah banyak mengambil peran dalam peningkatan migrasi internasional. Di mana globalisasi telah meningkatkan mobilisasi manusia, dan membekali fasilitas komunikasi dan transportasi yang memudahkan seseorang untuk berpindah ke luar negeri khususnya bagi orang – orang yang memiliki keterampilan yang kompeten (kaum professional) untuk dibawa bersaing ke dunia kerja di luar negeri.
 Jadi, dapat dikatakan bahwa globalisasi berbanding lurus dengan migrasi, semakin tinggi tingkat globalisasi semakin tinggi tingkat migrasi internasional khususnya kaum professional. Karena, meningkatnya kebutuhan modal dan tenaga kerja di era industrialisasi turut mengkaburkan batas wilayah Negara untuk sekedar bermigrasi ke Negara lain untuk tujuan pekerjaan. Karena fenomena ini memang sedang dialami banyak Negara maju dan berkembang. Di mana ada ketergantungan Negara maju akan Negara berkembang dalam hal tenaga kerja, sebaliknya
Negara berkembang membutuhkan beberapa tenaga ahli dari Negara maju untuk memajukan industri dan pengembangan sumber daya alam dalam negerinya. Kondisi ini juga memicu kompetisi keterampilan, dan memotivasi mahasiswa untuk menuntut ilmu ke luar negeri karena persaingan tenaga kerja ahli yang mulai tinggi, dan ini lah gambaran migran terampil di masa mendatang. Contohnya Negara Amerika Serikat, Australia, Perancis, Jerman dan Inggris di tahun 2005 menerima 70 persen mahasiswa dari Negara – Negara OECD. Amerika sendiri mengaku 565.000 mahasiswa asing pada tahun 2004 - lebih dari separuh dari mereka dari Asia. Namun, kebijakan peruahan Visa pada bulan September 2011 sedikit banyaknya menyulitkan bagi migrant tujuan Amerika dan mengakibatkan turunnya penerimaan migrasinya.
Migrasi Sementara 
Migrasi sementara adalah salah satu program pemerintah untuk melindungi warga Negaranya yang bekerja di luar negeri baik sebagai buruh rendah maupun tinggi, untuk menjamin mereka kembali ke negaranya pada waktu tertentu. Selain itu regulasi ini juga membantu Negara penerima migrasi untuk mengurangi migran yang menetap dinegaranya agar kembali ke Negara asal setelah selesai masa kerja sesuai yang dibutuhkan perusaan atau indistri negaranya. Disamping itu hal ini juga memacu kinerja para karyawan karena izin berpulang yang diberikan seperti di akhir tahun dengan tanpa membebankan hukuman atau potongan, ini adalah salah satu bentuk mewujudkan kesejahteraan tenaga kerja atau buruh. Amerika Serikat pertama kali menerapkan regulasi ini yaitu pada tahun 2005  dengan dikeluarkannya RUU Cornyn-Kyl yang menjamin Migrasi semetara sebagai peraturan yang memulangkan migran ke Negara asal jika telah selesai melaksanakan tugas kerjanya sesuia kontrak kerjanya.
Keuntungan migrasi sementara bagi Negara tujuan adalah untuk mengisi kekosongan pasar tenaga kerja dan menghindari integrasi social dari sikap negatif tuan rumah terhadap migrasi. Keuntungan bagi Negara asal adalah dapat mengurangi pengangguran dan meningkatkan arus aliran uang yang dikirim melalui antar Negara maupun bank. Selain itu sekembalinya migrant dari Negara tujuan maka sedikit banyaknya ia telah terbekali oleh pengetahuan tambahan.
Sementara keuntungan migrasi bagi negara-negara tujuan adalah dapat mengisi kekosongan spesifik untuk pasar tenaga kerja tertentu, periode dan di lokasi tertentu. Dan juga dapat menghindari tantangan integrasi sosial dalam jangka panjang sehingga dapat mengurangi  beberapa sikap dan reaksi negatif dari populasi negara tujuan imigrasi. Sedangkan bagi negara asal, dapat mengurangi pengangguran dan juga arus masuk melalui pengiriman uang.
Ada dua reservasi utama tentang program migrasi sementara Salah satunya adalah bahwa mereka tidak selalu menjaga hak-hak para migran. Kekhawatiran secara teratur dibangkitkan oleh hak asasi manusia pendukung, misalnya, tentang pengobatan kontrak domestik pekerja di negara-negara Teluk. Beberapa pihak yakin bahwa migrasi sementara memiliki dua tingkatan. Yaitu migran tetap atau yang berhak untuk integrasi penuh dan migran tidak tetap, yaitu migran yang yang terpinggirkan dari arus utama.
Masalah lain adalah subjek kedua perdebatan.. Pepatah lama yang sering digunakan dalam konteks ini adalah “Tidak ada yang lebih permanen dari migran sementara”. Sedangkan kutipan lain merupakan sebuah kutipan dari novelis Swiss Max Frisch yang berisi “Kami meminta pekerja dan kami orang punya”. Dengan kata lain., begitu orang memperoleh penghasilan yang lumayan, menemukan sebuah rumah, mengembangkan jaringan sosial dan mulai saat itu mereka akan berusaha terus agar tidak kembali seperti apa yang mereka lakukan dulu.
Pengendalian untuk Pengelolaan Migrasi tidak Teratur
            Penangan negara dalam menangani migrasi dianggap kurang serius, misalnya pada tahun 2002 saja Kanada, Jerman, Belanda, Inggris, dan Amerika Serikat bersama-sama menghabiskan sekitar US $ 17 untuk merespon masalah migrasi tidak teratur. Pada saat yang sama, berkembang konsensus bahwa migrasi tidak teratur tidak dapat dihentikan sama sekali. Ini akan terus menjadi komponen penting dari masa depan migrasi internasional.  Salah satu alasannya adalah kekuatan yang menentukan skala migrasi internasional - termasuk migrasi tidak teratur misalnya, tumbuh kesenjangan dalam tingkat kesejahteraan dan keamanan manusia yang dialami oleh masyarakat yang berbeda. Kedua adalahbahwa negara-negara tertentu memiliki kekurangan kemauan politik untuk mengatasi masalah ini. Hal ini berlaku khususnya untuk negara-negara di negara-negara asal migrasi tidak teratur. Bahkan di negara-negara tujuan, migrasi tidak teratur dapat dipandang fungsional dari ekonomi perspektif. Hasil dari deregulasi, liberalisasi dan fleksibilitas permintaan, tumbuh berbagai bentuk tenaga kerja terampil dan semi terampil yang dipekerjakan dalam situasi sulit. Migran tidak teratur  menyediakan sumber tenaga kerja yang murah dan bersedia bekerja di segala sektor. Alasan ketiga yang dilihat Koser adanya kebijakan yang tidak efektif lagi bahkan addanya konsekuensi yang tidak diinginkan. Misalnya di Eropa didapati jumlah migran legal ataupun seludupan yang berlatar belakang pelarian dari penganiayaan dan keinginan untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang lebih baik. Masuknya penyeludup ini bisa terjadi karena kelalaian dalam penjagaan perbatasan, pengujian biometrik dan pengaturan visa. Migrasi yang tidak teratur tentunya dapat diantisipasi oleh negara asal ataupun negara tujuan. Untuk negara asal mungkin bisa meningkatkan keamanan dan kesejahteraan negaranya, dan untuk negara tujuan bisa memperluas kesempatan dan peluang migran untuk masuk secara legal.
Perpindahan Internal
Satu kisah sukses migrasi internasional adanya pengurangan yang signifikan dalam jumlah pengungsi dan pencari pekerjaan di seluruh dunia dalam 25 tahun terakhir. Perhatin mendasar ini dilanjutkan dengan intensnya masyarakat internasional menguak masalah pengungsian yang saat ini mencapai 24 juta jumlah pengungsi diseluruh dunia (dan terlibat konflik). Pengungsian yang terjadi diakibatkan faktor bencana alam (tsunami di Asia, badai Katrina di Amerika, gempa bumi di Pakistan) dan adanya proyek pembangunan nasional (pembangunan bendungan dan kota baru). Faktor lainnya menurut Koser adalah masalah kedaulatan yang telah beralih konsep dimana yang diharapkan  untuk mengatasi masalah ini bukanlah kekuasaan dalam batasan territorial tetapi lebih kepada tuntutan dan tanggung jawab dari masyarakat internasional.
Sejauh ini tidak indikasi bahwa akan ada konvensi yang membahas tentang perpindahan internal  ataupun melahirkan satu lembaga PBB yang mengaturnya. Namun ada  kegiatan PBB yang sedang mengembangkan Guiding Principles on Internal Displacement ( meskipun belum secara legal mengikat) sebagai pemantau untuk mengembangkan hokum dan kebijakan negara mengenai pengungsian serta menjaga berjalannya kegiatan bersama UNHCR. Kendala yang dihadapi UNHCR sendiri adalah krisis anggaran sehingga tipis harapan untuk membantu dan menjawab masalah mengenai pengungsian ini.
Menghormati migran
Dampak migrasi terhadap negara tujuan menyangkut ke masalah ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Hal ini dipengaruhi juga oleh faktor integrasi dan ekonomi global yang memaksakan sebuah doktrin baru dalam isu keamanan dan demografi. Hasil penelitian Migration Policy Institute membuktikan bahwa masalah migrasi Eropa ini  adalah tantangan integrasi Muslim di
Eropa.
Misalnya peristiwa pengeboman London dan pembuatan film Theo van Gogh diBelanda melahirkan kerusuhan terhadap imigran di Eropa ( dan mencapa agenda utama politik Eropa karena berpengaruh ke masalah ekonomi nasional dan internasional serta keamanan global).
Kelompok migran ada sebagian menjadi pengusaha etnis, pekerja terampil bahkan jadi pengusaha transnasional, namun sebagian besar dalam kenyataan adalah kelompok yang hidup dibawah garis kemiskinan ( hidup dalam pengangguran, bekerja sebagai buruh rendah, mendapatkan perlakuan hukum yang tidak adil, diskriminasi sosial, akses terbatas pada pendidikan, tidak ada partisipasi dalam masyarakat, mengalami pelecehan dan kebencian rasial dan agama dan kekerasan).
Koser lebih melihat pada kondisi migrant anak-anak dan perempuan.Untuk migran perempuan juga demikian, ada kelompok yang berhasil mendapatkan penghidupan dan pemberdayaan lebih baik, tapi tidak sedikit juga menjadi buruh rumah tangga dan budak pernikahan, seks dan hiburan yang rentan terhadap ekspoitasi dan isolasi sosial. Kondisi migran anak-anak juga harusnya mendapatkan perhatian khusus. Psikologi anak yang harusnya mendapatkan pembentukan karakter dan kepribadian dari keluarga yang harmonis harus mendapatkan trauma dari ketegangan dalam keluarga dan penyesuaian lingkungan, bahasa dan budaya baru. Tentu saja kesejahteraannya terusik sebagai anggota termuda dimana mereka merasakan keterasingan dan ketidakpastian tentang identitas mereka sendiri ( terkadang mengalami diskriminasi dan xenophobia).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar