Kamis, 10 Mei 2012

perkembangan industrialisasi di Asia Timur


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Menghadapi perkembangan industrialisasi yang terus meningkat dinegara-negara asia timur membuat persaingan ketat terus terjadi. Banyaknya investor dan juga aliran dana yang terus mengalir menunnjukkan perkembangan yang begitu pesat di negara-negara Asia Timur. Saat ini China telah menjadi macan asia yang tumbuh stabil dinegaranya. Banyaknya hasil produksi sebuah negara yang membuat meningkatnya eksport ke negara lain merupakan salam satu bentuk dari kemajuan industrialisasi di negara-negara tersebut.
            Di milenium baru ini, regionalisme telah mulai hadir di Asia Timur. Negara-negara AsiaTimur telah berfokus pada cara-cara untuk memperluas perdagangan antar daerah yang meliputi: pembentukan Perjanjian Perdagangan Regional/Regional Trade Agreements (RTA) dalam bentuk Perjanjian Perdagangan Bebas/Free Trade Agreements (FTA) dan Perjanjian Kemitraan Ekonomi/Economic Partnership Agreements (EPA). Kecenderungan regionalisme telah menciptakan artian regional yang mendalam dan artian global yang signifikan (Harvey dan Lee, 2002). Jepang, Korea dan Cina dianggap sebagai aktor kunci dalam mewujudkan hal ini di Asia Timur.
Diakui sebagai para pelaku utama ekonomi dunia, Jepang, Cina dan Korea diasumsikan memiliki tanggung jawab yang berat bagi kesejahteraan ekonomi di kawasan Asia Timur. Hal ini sangat jelas bahwa regionalisme Asia Timur tidak dapat dipraktikkan tanpa dukungan dari negara-negara ekonomi kuat ini. Kurangnya pengaturan kelembagaan di antara negara-negara raksasa ini telah menghambat efek kesejahteraan secara keseluruhan bagi masyarakat Asia Timur. Pendorong dibentuknya hubungan Cina-Jepang-Korea (CJK) saat ini adalah pasar yang dalam artian tertentu tidak lagi cukup; yang harus didampingi dengan regionalisme. Fokus utama dari regionalisme ini adalah untuk membuat negara-negara ini tumbuh bersama sehingga dapat menyebar eksternalitas positif di seluruh wilayah Asia Timur.
Dalam jangka panjang diharapkan CJK akan memimpin regionalisme di Asia Timur. Makalah ini telah disusun sebagai berikut. Bagian kedua mempelajari struktur ekonomi dan pola perdagangan di CJK. Bagian ketiga menguji pengaruh keterbukaan dalam CJK terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara tertentu. Bagian keempat menganalisis prospek peningkatan kesejahteraan CJK dalam menciptakan efek spillover ke ASEAN-4, yang dalam tulisan ini berfungsi sebagai proxy bagi negara-negara ASEAN. Menelusuri kembali hubungan tiga negara pasca perang dunia, antara Jepang, Korea dan Cina telah berkembang secara bertahap. Evolusi kegiatan perdagangan muncul dari orang-orang Cina, yang memiliki transformasi substansial akan struktur perdagangan. Pada awal 90-an, komoditas utama menyumbang lebih dari sepertiga dari total ekspor Cina ke Jepang dan Korea. Di milenium baru ini, komoditas utama masih memuncaki ekspor Cina ke Jepang dan Korea, yang secara meyakinkan diikuti oleh pertumbuhan yang cepat dari produk mesin dan  transportasi (Chan dan Chin Kuo, 2005). Dari sudut pandang ini, perdagangan di kawasan Asia Timur Utara dianggap sebagai sebuah gerakan substansial sebagai akibat dari pergeseran perdagangan menuju struktur yang lebih maju. Munculnya Cina sebagai pusat manufaktur regional merupakan faktor dominan yang memberikan kontribusi pergeseran perdagangan.
1.2 Rumusan Masalah
            Dalam makalah ini akan membahas perkembangan industrialisasi yang terjadi dinegara-negara Asia Timur yang membawa dampak bagi negara-negara tetangganya.
1.3 Tujuan Penulisan
            Untuk menambah pengetahuan tentang perkembangan industri yang terjadi di negara-negara Asia Timur juga sebagai pelengkap dari mata kuliah Politik dan Pemerintahan Negara-negara Asia Timur.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Industrialisasi negara China
      Saat ini china telah menjadi macan asia yang terus mengembangkan perekonomiannya. China melakukan trnsformasi besar-besaran disegala aspek ekonomi. China yang awalnya melakukan industrialisasi secara tertutup pada tahun 1970-an, dimana china menutup diri dari dunia internasional. Sejak akhir tahun 1970-an China telah beralih dari negara yang tertutup menjadi sebuah negara yang terbuka terhadap investor-investor asing. Perekonomian China mulai berkembang pesat sejak pemerintahan Deng Xiaoping yang mulai membuka China sebagai negara yang mengundang investor asing yang membawa modal ke China dalam bentuk Foreign Direct Investment (FDI).  Hingga akhir tahun 1990-an China tercatat sebagai negara tujuan FDI terbesar di kawasan Asia. Peningkatan perekonomian ini didukung dengan manifestasi baru dari kapitalisme China, seperti; perusahaan-perusahaan swasta, pabrik-pabrik ekspor, bursa saham dan lain-lain.
Reformasi yang dilakukan oleh China untuk memperbaiki perekonomiannya pasca kebijakan ekonomi tertutup, diantaranya:
·         Melakukan pengahapusan secara bertahap ketergantungan terhadap kegiatan pertanian
·         Melakukan perluasan secara bertahap terkait dengan liberalisasi harga-harga
·         Desentralisasi kebijakan fiskal
·         Menambahkan kebijakan otonomi terhadap perusahaan-perusahaan negara
·         Membentuk diversifikasi sistem perbankan
·         Mengembangkan bursa pasar
·         Mempercapat pertumbuhan sektor-sektor swasta
·         Membuka kegiatan perdagangan asing dan investasi.


            Pada tahun 1990-an, china mencoba membuka diri untuk dunia internasional, dan China menjadi tujuan awal dari investasi. Tapi investasi yang dilakukan memiliki tantangan untuk pemerintahan China misalnya: kerusakan lingkungan dan pengangkatan  petani yang tadinya bekerja dipertanian sawah dan ladang menjadi buruh pabrik menyebabkan terjadinya kelaparan di China dan menewaskan 20.000 masyarakat China.
Penyelesaian masalah dichina memberikan dampak pada perkembangan  proliverisasi Nuklir dan manufaktur terbaik, otomitif dan baja juga menjadi industri yang berkembang cukup pesat di China, pemasokkan peralatan militer, serta kloning teknologi yang menjadikan China semakin tumbuh dalam industrialisasi.
Agar tidak tertinggal jauh dari negara lain, China agresif mendorong BUMN melakukan reverse engineering dan membuat kebijakan transfer teknologi dengan perusahaan multinasional. Contohnya penguasaan teknologi kereta api cepat. Pada 2004 Kementerian Kereta Api China menandatangani kontrak dengan Alstom untuk membuat kereta api cepat CRH5 Pendolino dengan kecepatan 250 km/jam sebanyak 60 set, tetapi 51 set dibuat di dalam negeri dengan perjanjian transfer teknologi kepada Changchun Railway Vehicle.
Pada 2005 Kementerian Kereta Api menandatangani kontrak kembali dengan Siemens untuk membangun CRH3 Velaro dengan perjanjian transfer teknologi kepada Tangshan Railway Vehicle. Kini China sudah menguasai teknologi industri berat, komputer sampai nano technology.
saat ini, menurut Bank Dunia, China tercatat sebagai negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto China mencapai 10 persen setiap tahunnya, sementara tingkat pertumbuhan industri mencapai 17 persen. China juga mengukuhkan diri sebagai negara pengekspor dan importir tebesar ketiga di dunia. Selama 30 tahun terakhir, China membebaskan setidaknya 600 juta penduduknya dari kemiskinan. 
Kehebatan ekonomi China adalah buah dari program reformasi ekonomi yang dimulai pada 1979. Deng Xiaoping, penggagasnya, meletakkan dasar bagi sistem ekonomi yang memungkinkan pasar bebas dan industri kecil di pedesaan berkembang pesat di seluruh negeri. Sesungguhnya usaha merombak total ekonomi China sudah pernah dilakukan ketika pemerintah Sosialis Komunis memenangi revolusi pada 1949. Mao Zedong dan Zhou Enlai yang berkuasa saat itu mencanangkan program The Great Leap Forward (Lompatan Besar ke Depan) pada 1958. Mereka berharap China menjadi negara industri maju dalam waktu singkat. Titik beratnya adalah pembangunan ekonomi yang berfokus pada industri mesin dan baja, juga produksi pangan untuk memenuhi kebutuhan domestik sekaligus ekspor.
Yang tak setuju program ini dihukum mati. Menurut Dali Yang dalam bukunya Calamity and Reform in China, pada 1958 setidaknya 550.000 orang dieksekusi karena alasan ini. Untuk merealisasikannya, pemerintah mengambil-alih lahan pertanian pribadi dan membentuk sistem pertanian komunal. Sementara ratusan juta pekerja dikerahkan demi tujuan industrialisasi. Kepala daerah berlomba-lomba menyenangkan pusat dan memfokuskan energi tenaga kerja di wilayah masing-masing untuk memproduksi besi dan baja. Di sisi lain pertanian terbengkalai, meski laporan ke pusat produksi pangan berlimpah ruah. 
Tahun 1959 terjadi wabah kelaparan di China, yang terparah dalam sejarah dunia. The Great Leap Forward berujung bencana kelaparan terbesar –The Great Leap Famine. Menurut Yang, para ahli memperkirakan bencana itu menelan korban jiwa antara 16,5 juta hingga 40 juta. Industrialisasi memang terjadi, namun menurut pengamat ekonomi Bank Dunia Justin Yifu Lin dalam tulisannya “China’s Miracle Demystified”, dimuat dalam blogs.worldbank.org, industri China saat itu membutuhkan sokongan yang amat besar dari pemerintah. Industri yang baru berkembang diizinkan melakukan monopoli, diberi subsidi amat besar, dan kerapkali pemerintah harus mengalokasikan sumberdaya ke banyak perusahaan yang sebenarnya tak punya kontribusi. Ekonomi China memang berkembang tapi amat jauh dari harapan.
Deng Xiaoping menyadari kelemahan reformasi ekonomi ala Mao. Format ekonomi baru yang dia canangkan didasarkan pada pemikiran bahwa ekonomi sosialis yang selama ini dianut China adalah salah satu penyebab lambatnya pertumbuhan. Deng, yang memimpin China setelah Mao wafat pada 1976, meyakinkan seluruh China bahwa sosialisme dan ekonomi pasar bukan dua hal yang bertentangan. Suatu hari dia bahkan pernah berkata bahwa “saripati dari sosialisme yang sesungguhnya adalah pembebasan dan pembangunan sistem produksi”. Deng menyebut program reformasinya sebagai gaige kaifang –reformasi dan membuka diri.
Investasi asing dilegalkan sejak 1979. Kebijakan ini memberikan dana segar yang dibutuhkan China untuk membangun infrastruktur. Selain itu, sentralisasi pertanian dihapuskan dan pemerintah memberi keleluasaan bagi industri swasta. Pada 1990 bursa saham pertama dibuka di Shanghai, diikuti penjualan industri milik negara pada 1997. Sementara dalam bukunya Chindia, Pete Engardio, jurnalis senior Business Week menyebutkan kekuatan China terletak pada kemampuannya memobilisasi modal serta tenaga kerja untuk membangun infrastruktur dan berproduksi dalam jumlah besar. Saat ini China tercatat sebagai negara manufaktur terbesar di dunia. Buruh yang dibayar sangat rendah, dengan ketrampilan yang tinggi, menghasilkan barang-barang berkualitas setara yang diproduksi negara maju tapi dengan harga jauh lebih murah. Hasilnya: barang-barang made in China membanjiri dunia. Dari elektronik, peralatan rumahtangga, tekstil, hingga otomotif.
Sama seperti Jepang, banyak industri di China meniru produk-produk dari luar negeri. Bedanya, Jepang kemudian mengembangkannya sementara China terang-terangan memalsukannya. Dalam Chindia, Pete Engardio menulis bahwa pada 2003 perusahaan obat terkemuka AS, Pfizer, harus menarik 16,5 juta tablet produknya karena ternyata palsu. Pada tahun yang sama, di Brasil terbongkar pemalsuan besar-besar cartridge tinta produksi Hewlett Packard.
Sejak 1996, di bawah tekanan Amerika yang mengancam akan mengenakan sanksi terhadap barang-barang ekspornya, pemerintah China memberlakukan serangkaian kebijakan dan hukum tentang perlindungan hal kekayaan intelektual serta menghukum pelaku pemalsuan. Pada 2001 China juga membuat sebuah kerangka kerja untuk memenuhi standar Kesepakatan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) tentang Perdagangan terkait Aspek Hak Kekayaan Intelektual. Namuan menurut Letkol David J.Clark  dalam Product Counterfeiting in China and One American Company’s Response, penegakan hukum lemah dan sanksi bagi para pemalsu relatif ringan. Kedua hal itu membuat pemalsuan terus merajalela.
Perusahaan seperti Pfizer kemudian menyelesaikan masalah itu sendiri. Simeon Bennett dalam “Pfizer Spies Find Spanish Villa, Gold Rolex in Fake Viagra Bust” yang dimuatBusiness Week menulis bahwa Pfizer menyewa mantan petugas pabean AS, agen FBI, ahli narkotika Turki, serta mantan polisi Hong Kong untuk memburu para pemalsu. Sementara perusahaan besar seperti Coca-Cola, Compaq, dan Gillette memutuskan untuk bergabung dengan asosiasi khusus seperti Quality Brands Protection Committee atau AntiCounterfeiting Coalition, Inc.
Pada 2004 dibangun “silicon valley” di Zhongguancun sebagai kawasan teknologi tinggi dan pusat penelitian dan pengembangan kelas dunia. Untuk akselerasi industrialisasi, pemerintah menggunakan kendaraan BUMN untuk berinvestasi besar-besaran dan membentuk banyak perusahaan JV antara BUMN dan MNC. Setelah kurang lebih 20 tahun, BUMN China termasuk perusahaan raksasa dunia. Akselerasi industrialisasi akan terwujud apabila semua berkomitmen, tidak hanya dari pemerintah pusat, tetapi juga dari pemerintahan provinsi, pemerintahan kabupaten, DPR, DPRD, lembaga hukum, termasuk para politisi memahami pentingnya kebijakan industrialisasi.
Di luar masalah yang dihadapinya, ekonomi China terus bertumbuh. Dalam tulisan “The Chinese Economic Miracle Can It Last?”, Burton G. Malkiel menyitir penerima Nobel Bidang Ekonomi tahun 1979, Sir W.Arthur Lewis, yang mengatakan pentingnya budaya dalam menjelaskan mengapa bangsa yang satu berkembang sementara yang lain stagnan. Kondisi yang dibutuhkan untuk pembangunan ekonomi berkelanjutan adalah penduduk yang punya etos kerja kuat, komitmen pada pendidikan, kesadaran untuk mengambil risiko, dan semangat kewirausahaan. Semuanya dimiliki China.
2.2 industrialisasi di negara Jepang.
Masyarakyat Indonesia pasti sudah familiar dengan Toshiba, Panasonic, Toyota, dan Honda yang merupakan brand ternama untuk peralatan-peralatan elektronik dan kendaraan bermotor dari Jepang. Mereka adalah perusahaan-perusahaan besar Negeri Sakura yang bertumpu pada kemampuan teknologi yang dikuasainya. Kemampuan mereka sudah dikenal dunia sehingga menjadi barometer perkembangan industri dunia dan berada di jajaran atas bisnis dunia.
keberhasilan perusahaan-perusahaan Jepang ini adalah buah dari sistem kerja yang mereka jalankan. Sistem itu sendiri tentu didukung nilai–nilai atau faktor–faktor yang merupakan bagian dasar dari sistem yang ada. Faktor–faktor atau nilai-nilai inilah yang dijalankan perusahaan–perusahaan Jepang sehingga mampu menjadi sistem dan manajemen perusahaan yang kuat.
Konsep dan strategi manajemen perusahaan–perusahaan Jepang sendiri sudah banyak dibahas dan dijadikan referensi berbagai kalangan, seperti konsep Total Quality Management (TQM) yang dijalankan Toyota. Dan konsep ini pasti didukung oleh nilai–nilai utama yang diwujudkan dalam praktik yang konsisten dan mengakar, serta menjadi pola kerja perusahaan. Nilai-nilai ini kemudian sejatinya menjadi faktor keberhasilan dan ketangguhan perusahaan Jepang dalam bersaing di pasar internasional.
Untuk mengetahui nilai-nilai apa yang ada di belakang kesuksesan perusahaan Jepang, penulis tertarik untuk menganalisis paparan Hugo Lopez Araiza Vega pada “AOTS 50th Anniversary” di Tokyo, Jepang. Pada presentasinya, dia menjelaskan setidaknya tujuh nilai utama yang dijalankan perusahaan Jepang yang membuat mereka menjadi perusahaan kuat dan konsisten. Berikut nilai-nilai yang terpatri pada perusahaan-perusahaan Jepang itu:
1). Long Term Planning (Perencanaan Jangka Panjang)
Segala sesuatu bermula dari sebuah rencana, dengan rencana yang baik dan matang maka tujuan yang ingin dicapai di awal akan terwujud di akhir. Perencanaan yang baik membuat segala aktivitas menjadi terstruktur dan dapat diketahui capaiannya. Konsep ini dijalankan dengan sangat baik di perusahaan Jepang, terlihat ketika setiap divisi perusahaan memiliki perencanaan atas apa yang akan mereka capai 10 tahun, satu tahun, bulanan, bahkan harian, seehingga apa yang dikerjakannya hari ini mempengaruhi perencanaan dan kinerja mereka untuk tahun mendatang.
2) Creativity (Kreativitas)
Banyak yang beranggapan bahwa perusahaan Jepang sering meniru atau mengambil ide negara lain. Pada dekade 50-an mungkin ini benar, namun untuk kondisi sekarang perusahaan Jepang telah meletakkan perhatian serius pada bidang riset dan inovasi. Sebagai contoh, Toyota sebagai perusahaan pembuatan mobil terbesar di dunia mampu menghasilkan variasi jenis mobil yang lebih banyak dibandingkan pesaingnya. Selain itu, perusahaan games Nintendo juga mampu meluncurkan variasi jenis games yang sangat banyak setiap tahun. 
3) Shop-floor Staff Quality (Kualitas Pegawai Tingkat Bawah)
Banyak perusahaan sering kali menggantungkan pengambilan keputusan kepada pimpinan dan manager. Namun siapakah yang lebih banyak mengetahui dan bersentuhan langsung dengan produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Pastinya pegawai. Penilaian apakah satuperusahaan baik atau tidak, paling mudah terlihat dari pelayanan pegawainya. Hal ini membuat perusahaan Jepang sangat mempedulikan kualitas pegawainya dan seringkali menyelenggarakan pelatihan dan pembinaan para pegawainya terutama pegawai tingkat bawah.
4) Outsourcing 
Ketika sebuah perusahaan ingin mengembangkan perusahaannya, maka yang diperlukan adalah peningkatan produksi. Dan ini dicapai dengan dua cara. Pertama, menambah dan meningkatkan jumlah mesin, pekerja, dan fasilitas yang ada. Kedua, dengan outsourcing. Cara outsourcing diterapkan di banyak perusahaan, salah satunya Toyota. Outsourcing terbukti beefek positif pada kemajuan dan tingkat efisinsi perusahaan. Melalui outsourcing ini Toyota mampu memproduksi jumlah kendaraan yang sama dengan General Motor (GM) dengan 10% jumlah pekerja dibandingkan GM.
5) Transparency in Management Policy (Keterbukaan dalam Manajemen)
Ketika melihat kinerja pegawai perusahaan Jepang, tiap pekeja terlihat bekerja sungguh-sungguh dan sangat loyal kepada perusahaan. Mereka bekerja seolah-olah perusahaan tempat mereka bekerja adalah perusahaan miliknya sendiri. Hal ini terjadi karena pegawai diberikan posisi yang sama dalam menentukan arah kebijakan perusahaan sehingga loyalitas kepada perusahaan tercermin pada perkerjaan yang dilakukannya sehari-hari.
6) Maintenance (Perawatan)
Proses produksi seringkali membuat mesin-mesin dan fasilitas yang digunakan perusahaan mengalami penurunan kinerja dan mengakibatkan produksi menurun. Untuk mengatasi masalah ini pembelian mesin baru atau outsourcing digunakan sebagai solusi. Akan tetapi, apabila kinerja mesin dapat dijaga dengan perawatan yang baik dan konsisten, maka umur mesin akan lebih lama. Hal inilah yang diterapkan perusahaan-perusahaan Jepang di mana mesin-mesin produksi yang digunakan banyak yang sudah tua namun berkinerja sangat baik. Oleh karena itu, jangan heran ketika berkunjung ke perusahaan Jepang, akan banyak ditemui mesin tua namun masih beroperasi prima.
7) Human Resources (Sumber Daya Manusia)
Perusahaan Jepang meletakkan SDM mereka sebagai bagian penting perusahaan. Apabila SDM yang dimiliki mampu bekerja dengan kualitas dan efisiensi yang baik maka akan berdampak positif terhadap kinerja total perusahaan. Oleh karena itu, mereka sering menyelenggarakan pelatihan dan pembinaan pekerjanya agar kemampuan mereka meningkat.
Nilai-nilai yang dipaparkan itu mengindikasikan adanya kecenderungan komunitas bisnis Jepang untuk menjunjung kualitas, tanggung jawab dan kerja kolektif. Nilai-nilai ini menghasilkan keluaran yang bermutu baik dengan memiliki perangkat kerja yang tangguh dan kuat sehingga semua ini mampu menjadi dasar atas sebuah konsep manajemen dan produksi yang efisien, efektif, dan handal.
Jepang merupakan negara industri besar. Bahkan saat ini Jepang menduduki peringkat kedua setelah Amerika Serikat sebagai negara industri besar di dunia. Produk industri Jepang telah tersebar ke berbagai pelosok dunia. Produk - produk tersebut meliputi produk permainan, barang elektronik, mobil/otomotif, obat - obatan/bahan kimia, tekstil, bahan makanan olahan, semen, kertas dan barang cetakan, kamera, dan alat transportasi. Bahkan, saat ini hasil industri otomotif Jepang merupakan hasil industri otomotif terbesar dunia. Hasil pembangunan negara Jepang di bidang industri ini sangat luar biasa, mengingat Jepang miskin sumber bahan mineral, sehingga sebagian besar bahan baku industri tersebut diimpor dari negara lain, termasuk dari Indonesia.
2.3 Industrialisasi di Korea
            Negara korea selatan merupakan sebuah negara industri baru yang memiliki dampak dan pengaruh yang cukup besar bagi negara-negara sekitarnya. Dimana sangat maju perkembangan industri dan juga ekonomi yang maju pesat memberikan dampak pertumbuhan produk dalam negara meningkat dan mempengaruhi ekspor, sehingga membuat ekspor korea semakin maju dan semakin berkembang di negara-negara lain.
            Adanya tiga bentuk dari pertumbuhan industrialisasi yang akan memberikan keuntungan bagi korea selatan yaitu:
-          Pendewasaan teknologi digital dan jaringan
-          Integrasi teknologi inter-disipliner
-          Kerjasama ekonomi antara korea selatan dan korea utara yang mencapai $1 milyar pada tahun 2006
Ada juga yang memberikan kerugian bagi korea selatan yaitu:
-          Populasi angkatan kerja muda yang semakin berkurang
-          Pengikisan dan degradasi lingkungan yang berakibat kepada dampak lingkungan hidup
-          Hegemoni teknologi, permasalahan hak cipta
Sebagai salah satu dari empat Macan Asia Timur, Korea Selatan telah mencapai rekor pertumbuhan yang memukau, membuat Korea Selatan ekonomi terbesar ke-12 di seluruh dunia. Setelah berakhirnya PDII, PDB per kapita kira-kira sama dengan negara miskin lainnya di Afrika dan Asia. Kemudian Perang Korea membuat kondisi semakin parah. Sekarang PDB per kapita kira-kira 20 kali lipat dari Korea Utara dan sama dengan ekonomi-ekonomi menengah di Uni Eropa. Pada 2004, Korea Selatan bergabung dengan "klub" dunia ekonomi trilyun dolar.
Kesuksesan ini dicapai pada akhir 1980-an dengan sebuah sistem ikatan bisnis-pemerintah yang dekat, termasuk kredit langsung, pembatasan impor, pensponsoran dari industri tertentu, dan usaha kuat dari tenaga kerja. Pemerintah mempromosikan impor bahan mentah dan teknologi demi barang konsumsi dan mendorong tabungan dan investasi dari konsumsi. Krisis Finansial Asia 1997 membuka kelemahan dari model pengembangan Korea Selatan, termasuk rasio utang atau persamaan yang besar, pinjaman luar yang besar, dan sektor finansial yang tidak disiplin.
Pertumbuhan jatuh sekitar 6,6% pada 1998, kemudian pulih dengan cepat ke 10,8% pada 1999 dan 9,2% pada 2000. Pertumbuhan kembali jatuh ke 3,3% pada 2001 karena ekonomi dunia yang melambat, ekspor yang menurun, dan persepsi bahwa pembaharuan finansial dan perusahaan yang dibutuhkan tidak bertumbuh. Dipimpin oleh industri dan konstruksi, pertumbuhan pada 2002 sangat mengesankan di 5,8%.
Korsel, Negara Ginseng ini adalah yang tercepat bertransformasi dari negara agraris menjadi negara industri. Kebijakan industrinya dikenal dengan “export first”, yaitu mengarahkan industrinya untuk orientasi ekspor. Komitmen yang tinggi terhadap kebijakan industrinya, mendapat arahan langsung dari presiden. Kebijakan tersebut melahirkan raksasa Chaebol seperti SK group, Samsung, LG, Hyundai, dan Daewoo.
Pada 1973, Presiden Park mencanangkan kebijakan Heavy and Chemical Industrialization (HCI) dengan target industri permesinan, perkapalan, listrik, baja, petrokimia, dan nonferrous metal. Kebijakan ini melahirkan raksasa industri perkapalan dengan kemampuan membuat kapal very large cargo carrier(VLCC) oleh Hyundai dan Daewoo. Dan juga melahirkan industri automotif seperti Hyundai, KIA, dan Daewoo. Industri semikonduktor Korsel dimulai dengan masuknya investasi AS seperti Komy, Fairchild, dan Motorolla pada 1960-an (Kim & Kim, 2006).
Pada 1997, Samsung, Hyundai, dan LG termasuk 10 dari industri yang menguasai pasar dynamic random access memory (DRAM) terbesar dunia. Pada 2000, Samsung, LG, Appeal, Sewon Telecom, dan Pantech menguasai pasar 54 persen dunia di CDMA dan 10 persen di GSM.
Korea Selatan yang dianggap tidak stabil pada 1960-an, saat ini telah berubah menjadi negara industri utama dalam kurang dari 40 tahun. Pada 2005, di samping merupakan pemimpin dalam akses internet kecepatan tinggi, semikonduktor memori, monitor layar-datar dan telepon genggam, Korea Selatan berada dalam peringkat pertama dalam pembuatan kapal, ketiga dalam produksi ban, keempat dalam serat sintetis, kelima dalam otomotif dan keenam dalam baja. Negara ini juga dalam peringkat ke-12 dalam PDB nominal, tingkat pengangguran rendah, dan pendistribusian pendapatan yang relatif merata.
            Korea Utara sendiri lebih mengembangkan industrialisasinya di bidang militer dan juga pendidikan. Korut sendiri merupakan negara yang beraliran komunis, memiliki hubungan yang dekat dengan negara-negara yang memiliki paham yang sama seperti China, vietnam, Kuba dan lainnya. Korut menutup diri dari dunia luar. Peralatan militer yang dimiliki korut adalah pengembangan nuklir yang terus meningkat untuk mempertahankan diri dari negara-negara lain. Korut merupakan produsen apel terbesar menurut FAO pada tahun 2005. Korut juga menghasilkan barang-barang tambang berupa besi, seng, dan tembaga untuk memenuhi kebutuhan perekonomian mereka.
2.4 Industrialisasi negara Taiwan
Taiwan. Selepas Perang Dunia Kedua, industri Taiwan masih didominasi oleh industri ringan. Pada 1974, Perdana Menteri YS Sun mengundang tim gabungan dari Taiwan dan AS yang terdiri atas insinyur dari Bell Labs, IBM, dan beberapa universitas untuk membentuk tim penasihat teknis untuk membangun industri Integrated Circuit (IC) dan mekanisme transfer teknologinya. Pada 1984, pemerintah menyetujui membangun industri IC dan Very Large Scale Integration (VLSI) dengan mendirikan Taiwan Semiconductor Manufacturing Co (TMSC), dengan porsi saham pemerintah (49 persen), Philips (27 persen), dan swasta lokal (24 persen). Pada 1997, TMSC adalah perusahaan pembuat IC dengan nilai kontrak terbesar dunia.
Taiwan sukses sebagai negara industri IC, VLSI, dan komputer. Acer Corp adalah raksasa komputer yang kita kenal produknya di Indonesia. Berbeda dengan Singapura yang industrinya di dominasi MNC, tetapi di Taiwan, UKM yang berorientasi ekspor memegang peranan penting dalam perekonomian. Pada 1985, 65 persen dari ekspor manufaktur berasal dari UKM (Sun et.al, 2001). Kini Taiwan adalah pemain global industri elektronika dan kelas dunia industri semikonduktor.
BAB III
KESIMPULAN
Kami telah membuat kesimpulan sementara bahwa ekspor memimpin pertumbuhan secara keseluruhan di Asia Timur Utara. Namun, penting untuk dicatat bahwa fase penyesuaian Jepang terhadap keseimbangan jangka panjang cukup lambat dibandingkan Korea dan Cina. Hal ini bisa menjadi batu sandungan dalam membentuk regionalisme di Asia Timur. Salah satu tugas tersulit adalah tentang membuat negara-negara ini bergerak bersama dalam fase yang sama, yang merupakan alasan perlunya keberlangsungan regionalisme.
Karena regionalisme merupakan istilah yang masih abstrak, Regionalisme dalam hal ini sejalan dengan keterbukaan di mana regionalisme menciptakan pengaturan perdagangan yang meliberalisasikan beberapa sektor dalam perekonomian. Ini agak menegaskan ketidakefektifan dari perdagangan segitiga saat ini di Asia Timur Utara. Diharapkan bahwa regionalisme dapat menghilangkan bias tersebut dalam perdagangan. Lebih jauh lagi, karena negara-negara Asia Utara Timur memiliki perekonomian dalam skala besar, pembangunan ekonomi secara substansial akan mempengaruhi negara-negara tetangga di Asia Timur khususnya ASEAN-4.
Pertumbuhan yang signifikan dari pasar Cina, Jepang dan Korea bagi ASEAN-4 akan kemudian berfungsi sebagai dasar bagi Single Wide FTA di Asia Timur. Untuk saat ini banyak muncul negara-negara industri baru egara-negara industri baru Asia seperti Singapura, Taiwan, Korea Selatan (Korsel), dan China, setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua (1945) adalah negara agraris dan masih berbasis industri ringan seperti tekstil dan alas kaki, kemudian bertransformasi menjadi negara industri. Negara-negara tersebut,pemerintahnya mempunyai kebijakan (policy) yang sangat kuat dengan mendorong industrialisasi yang diformulasikan ke dalam strategi jangka panjang menuju target industrinya. Industrialisasi tidak terlepas dari transfer teknologi yang dapat terakselerasi melalui masuknya investasi langsung multinational corporation (MNC) maupun joint venture (JV).
Strategi pembangunan dan industrialisasi memerlukan fase yang berkelanjutan, yang diimplementasikan dengan penuh komitmen dan terarah, serta menghilangkan hambatan-hambatan investasi seperti transparansi, perizinan, pembebasan lahan, pajak, bea cukai, dan ketersediaan infrastruktur. Kebijakan pemerintah dalam membangun industrinya berbeda-beda, Singapura dengan MNC-nya,Taiwan dengan UKM-nya, Korsel dengan Chaebol-nya, serta China dengan BUMN-nya. Kebijakan negara industri baru Asia,yang dapat dijadikan contoh adalah:
Taiwan. Yang berhasil sebagai negara industri IC, VLSI, dan komputer. Korsel, Kebijakan industrinya dikenal dengan “export first”, Kebijakan tersebut melahirkan raksasa Chaebol seperti SK group, Samsung, LG, Hyundai, dan Daewoo. China, Industrialisasi Negeri Tirai Bambu ini dimulai ketika membuka diri dengan dunia luar pada 1978. Pada 1986, Kementerian Sains dan Teknologi mengimplementasikan “Rencana 863”, yang terdiri atas tujuh kunci sektor teknologi tinggi yaitu IT, bioteknologi, otomasi, energi, material baru, dan dua di bidang militer. Pada 1992, Deng Xioping melakukan reformasi ekonomi dengan memudahkan investor asing masuk. Dalam membangun industrinya, pemerintah mengharuskan skema transfer teknologi dalam setiap proyek-proyeknya baik di sektor industri, energi, maupun infrastruktur.
Daftar Pustaka
Diambil dari bahan makalah kelompok 1 (satu) sampai 6 (enam)
Internet:
Fields, Gery S. Industrialisasi dan Ketenagakerjaan Hongkong, Singapura, Korea, dan Taiwan. University Cornel : 1985. http://feriyadir.multiply.com/reviews/item/1 diakses pada tanggal 27 November 2011
Kasmudi, Mudi. Analisa Ekonomi. http://economy.okezone.com/read/2011/08/02/279/487021/kebijakan-industrialisasi diakses pada tanggal 27 November 2011
Kasmudi, Mudi. Teknologi dan Industrialisasi. http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/387914/ diakses pada tanggal 27 November 2011
Mas Wigrantoro Roes Setiyadi, Di Balik Sukses Ekonomi China dan India lihat http://kakniam.files.wordpress.com/2011/06/dibalik-sukses-ekonomi-china-dan-india.pdf diakses pada 07 Oktober 2011
Rosidi, Ajib. Industri Jepang. http://feriyadir.multiply.com/reviews/item/1 diakses pada tanggal 27 November 2011
Sidik, Jafar M. Tujuh Nilai Utama Kekuatan Ekonomi Jepang. http://www.antaranews.com/berita/1263203101/tujuh-nilai-utama-kekuatan-industri-jepang diakses pada tanggal 27 November 2011

1 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus