Selasa, 08 Mei 2012

Literature Review atau Tinjauan Pustaka


Pendahuluan

Literature Review atau Tinjauan Pustaka merupakan uraian , analisis kritis dan evaluasi terhadap teks-teks yang relevan dengan topik proposal. Bedasarkan tinjauan pustaka, maka peneliti akan mengembangkan lagi argumen-argumen yang koheren terhadap penelitiannya. Menurut Cristine Daymond & Immy Holloway dalam bukunya yang berjudul “ Metode-Metode Riset Kualitatif “, bahwa tujuan dari tinjauan pustaka adalah :

  • Mengembangkan pemahaman dasar dan struktur topic penelitian
  • Menimbulkan sebuah perspektif yang baru dalam topic penelitian
  • Menghubungkan topic penelitian dengan konsep-konsep teoritis
  • Mengembangkan istilah serta terminology yang berhubungan dengan topic penelitian.

Tinjauan pustaka tidak hanya sebatas menguraikan pendapat atau penelitian dari peneliti lain, tapi juga melakukan evaluasi-evaluasi seperti ; menguji argumen-argumen peneliti terdahulu baik yang mendukung maupun yang menegaskan ide-ide atau pemikiran peneliti. Menurut Crème dan Lea (1997) ada pertanyaan-pertanyaan yang dapat membantu peneliti untuk memilih dan menguji hasil penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai literature review[1], yaitu:

  • Apa yang dicoba untuk disampaikan oleh penulisnya ?
  • Apa tesis utama dari buku atau jurnal tersebut ?
  • Bukti apa yang digunakan oleh penulis untuk mendukung pendapatnya ?
  • Metode apa yang dipakai dalam penelitian tersebut ?
  • Apakah pendapat dari penulis terdengar logis ?


Tinjauan pustaka dalam penelitian kualitatif tidak diselesaikan pada tahap awal, tetapi terus diperbaharui dan diperbaiki selama periode pengumpulan data, analisis data dan penulisan laporan.




Teori Kebijakan Luar Negeri

Kebijakan luar negeri mulai menjadi bagian dari kajian studi Hubungan Internasional sejak tahun 1945. Analisa kebijakan luar negeri terfokus pada cara negara dan hubungan negara dalam lingkungan internasional yang menghasilkan perspektif mikro dalam Hubungan Internasional. Dan hal inilah yang menjadi dasar perbedaan dengan perspektif makro yang berusaha untuk menjelaskan Hubungan Internasional dari level sistem internasional itu sendiri.

Menurut Mark R. Amstutz dalam bukunya yang berjudul International Conflict And Cooporation: An Introduction to Worlds Politics menyatakan bahwa,” foreign policy as an explicit and implicit actions of governmental officials designed to promote national interest beyond a country’s territorial boundaries”. Melalui definisi tersebut terdapat tiga poin utama yang ditekankan oleh Amstutz dalam kebijakan luar negeri suatu negara, yaitu tindakan pemerintah, usaha pencapaian kepentingan nasional dan jangkauan kebijakan luar negeri yang melampaui batas wilayah suatu negara. Jadi, dapat dikatakan bahwa analisa kebijakan luar negeri menurut Amstutz berdasarkan luasnya bidang jangkauan dalam pembuatan kebijakan luar negeri seperti ; bidang ekonomi, plitik, sosial dan budaya.

Senada dengtan K. J. Holsti yang berpendapat bahwa,” kebijakan luar negeri adalah tindakan atau gagasan yang dirancang oleh pembuat kebijakan untuk memecahkan masalah atau mempromosikan suatu perubahan dalam lingkungan, yaitu dalam kebijakan sikap atau tindakan dari negara lain “. Gagasan kebijakan luar negeri, dapat dibagi menjaadi empat komponen dari yang umum hingga kearah yang lebih spesifik yaitu orientasi kebijakan luar negeri, peran nasional, tujuan, dan tindakan. Holsti menitikberatkan inti dari pembuatan kebijakan luar negeri suatu negara ada pada tindakan dari negara yang bersangkutan sebagai cara atau jalan untuk memperoleh kepentingan nasionalnya.

Dalam buku Democracy and Foreign Policy: the Falacy of Political Realism, Miroslav Nincic memperkenalkan tiga kriteria atau asumsi dasar yang harus dipenuhi dalam mendefinisikan kepentingan nasional sebagai tujuan dari pembuatan kebijakan luar negeri suatu negara. Pertama, kepentingan harus bersifat vital sehingga menjadi prioritas utama dalam pencapaiannya.  Berdasarkan kriteria pertama yang dikemukakan oleh Nincic dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkat urgensi suatu kepentingan nasional maka semakin menjadi prioritas bagi negara untuk memenuhi kepentingan nasional tersebut. Kedua, kepentingan nasional tersebut harus berkaitan dengan lingkungan internasional. Ninci mengaitkan lingkungan internasional sebagai pengaruh yang cukup kuat bagi suatu negara untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Ketiga, kepentingan nasional harus melebihi kepentingan yang bersifat partikularistik dari individu, kelompok atau lembaga pemerintahan sehingga fokus pada kesejahteraan dan kepentingan rakyat sepenuhnya. Jadi, kepentingan nasional yang bersifat vital haruslah merupakan kepentingan yang sepenuhnya untuk kesejahteraan seluruh rakyat.

Howard Lentner juga memberikan analisan kebijakan luar negeri dalam bukunya yang berjudul Foreign Policy Analysis: A Comparative and Conceptual Approach. Lentner menekankan analisa kebijakan luar negeri pada nilai-nilai yang menjadi dasar pembuatan kebijakan luar negeri suatu negara. Menurutnya kebijakan luar negeri harus memiliki tiga poin dasar yaitu :
·         Selection of  Objectives
Setiap perumusan kebijakan luar negeri, suatu negara harus menentukan tujuan apa yang hendak dicapai sehingga melakukan perumusan kebijakan luar negeri. Jika menyangkut kepentingan nasional negara tersebut , maka yang perlu dilihat kembali adalah tingkat pentingnya atau apakah kepentingan tersebut bersifat vital ?.
·         Mobilization of  Means
Bagaimana kepentingan nasional tersebut dapat dicapai melalui perumusan kebijakan luar negeri ?. Jawabannya adalah melalui pengerahan segala sumber daya yang ada dalam suatu negara sebagai instrumen untuk mencapai kepentingan tersebut. Jadi dapat dikatakan bahwa untuk mencapai kepentingan nasional suatu negara tidak cukup hanya dengan melakukan perumusan kebijakan luar negeri saja, tapi juga membutuhkan instrumen untuk membantu terlaksananya kebijakan luar negeri tersebut.


·         Implementation
Selanjutnya adalah tahap pelaksanaan dari kebijakan luar negeri yang telah dirumuskan sebelumnya. Pelaksanaan ini terdiri dari serangkaian kegiatan dan tindakan yang menggunakan sumber daya suatu negara secara aktual seperti yang telah ditetapkan sebelumnya.

Brian White melakukan analisa kebijakan luar negeri dari sudut pandang permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam lingkungan internasional dan pendekatan-pendekatan yang dilakukan. Menurut White, dasar pemikiran dari kebijakan luar negeri adalah adanya perbedaan yang signifikan antara kebijakan luar negeri di tiap-tiap negara yang dipengaruhi oleh permasalahan-permasalahan serta pengaruh dari lingkungan internasional. White mengutip pendapat dari William Wallace yaitu,” kebijakan politik adalah wilayah yang menjembatani batasan-batasan antar negara-bangsa dengan lingkungan internasional”. Jadi menurut pendapat White, kebijakan luan negeri layaknya seperti kebijakan domestik yang sama-sama dibuat dan disusun oleh negara tapi perbedaannya hanyalah letak implementasi ditiap-tiap kebijakan tersebut.

     
Kebijakan luar negeri menurut White lebih terfokus pada keamanan suatu negara sebagai bentuk dari kepentingan vital sebuah negara, hal ini dikarenakan kebijakan luar negeri cenderung identik dengan wilayah yang berbahaya dan cukup sensitif. Permasalahan-permasalahan yang menjadi analisa White dalam kebijakan luar negeri adalah :

·               Adanya perubahan pola hubungan internasional sejak Perang Dunia II yang mengakibatkan semakin jauhnya perbedaa-perbedaan antara negara dengan lingkungan internasional.

·         Munculnya permasalahan mengenai kebijakan luar negeri yang dikemukakan oleh William Walace yang dikenal dengan ‘boundary problems’. Mengenai hal ini White berpandangan bahwa pemahaman mengenai kebijakan luar negeri diperlukan analisis tidak hanya untuk mengetahui interaksi-interaksi antar negara saja, melainkan juga mengenai proses politik yang ada disuatu negara.


·         Adanya dua ilmu yang berpengaruh dalam studi kebijakan luar negeri, yaitu Ilmu Hubungan Internasional dan Ilmu Politik. White sengaja memisahkan dua ilmu tersebut dikarenakan menurutnya tiap-tiap ilmu mempunyai asumsi-asumsi, konsep-konsep dan bentuk-bentuk analisa yang berbeda. Menurut pandangannya, jika melakukan analisa dari perspektif hubungan internasional maka elemen-elemen yang terlihat mempunyai pengaruh besar dalam kebijakan luar negeri adalah lingkungan internasional, dalam hal ini linhkungan internasional adalah faktor utama penentu kebijakan luar negeri suatu negara.

Sedangkan jika dilihat dari perspektif ilmu politik dalam melakukan analisa kebijakan luar negeri, maka elemen-elemen yang berpengaruh adalah politik domestik dari negara yang bersangkutan. Faktor utama penentu kebijakan luar negeri suatu negara adalah politik pemerintahaan, kegiatan kelompok kepentingan dan juga pendapat atau opini publik.


White juga menjelaskan mengenai tantangan-tantangan penting dan analisa singkat mengenai pelaksanaan pendekatan pembuatan keputusan dalam studi kebijakan luar negeri. Menurutnya, proses pembuatan keputusan lebih penting daripada pengembangan kebijakan luar negeri. Kebijakan luar negeri pada hakikatnya adalah fokus pada rangkaian pembuatan keputusan-keputusan yang dilakukan oleh kelompok atau individu yang mempunyai label ‘pembuat keputusan’. Keputusan-keputusan mengenai kebijakan luar negeri tidak hanya muncul sebagai jawaban terhadap pengaruhlingkungan internasional, tapi juga melalui pengidentifikasian alat-alat dan perlengkapan sebuah negara.

White menyertakan asumsi-asumsi yang dikemukakan oleh Joseph Nye yang biasa digunakan oleh para kelompok realis untuk melakukan analisa mengenai sikap negara yang berjuang demi memiliki kekuasaan. Menurut paandangan White, kekuatan eksternal suatu negara lebih dihargai daripada kekuatan internal sebagai faktor penentu utama dalam kebijakan luar negeri. Dibeberapa analisa mengenai pembuatan keputusan untuk kebijakan luar negeri  memperkuat asumsi-asumsi tradisional karena cenderung memperkuat konsep ‘aktor rasional’ dalam proses pembuatan keputusan untuk kebijakan luar negeri. Dalam pembuatan keputusan untuk kebijakan luar negeri juga diperlukan pertimbangan mengenai seberapa banyak biaya yang diperlukan dan seberapa besar keuntungan yang diperoleh. Pendekatan dalam pembuatan keputusan juga memperkuat keyakinan terhadap aspek analisis tradisional dalam kebijakan luar negeri  tapi juga menawarkan tantangan-tantangan terhadap asumsi-asumsi tradisional. Tantangan-tantangan yang dimaksud White adalah asumsi-asumsi bahwa kebijakan luar negeri terdiri dari sebuah rangkaian terpisah, pengidentifikasian keputusan-keputusan. Oleh karena itu pembuatan keputusan merupakan kegiatan yang memerlukan penjelasan.



Berbeda dengan Michael Clarke yang melakukan analisa kebijakan luar negeri berdasarkan bentuk dari kerangka kerjanya. Menurut Clarke, aturan-aturan dan konstitusi serta sikap-sikap dan aspirasi merupakan pola pembentuk kebijakan luar negeri. Jadi, menurutnya tahapan-tahapan dalam melakukan analisa adalah :

·         Menjelaskan bentuk-bentuk dari sistem pemerintahan, wilayah, kementrian lokal dan proses demokratisasi.
·         Penekanan pada penjelasan proses input dan output sebagai bagian dari esensi sistem yang ada
·         Menjelaskan mengenai tindakan-tindakan mereka yang mempengaruhi sistem yang ada.


Selain itu, Clarke juga menjabarkan dua asumsi dari sistem kebijakan luar negeri, diantaranya :

a.      Asumsi Politik Formal

Penekanan pada pentingnya ‘strategi’ dalam pembuatan keputusan. Strategi yang dimaksud bukanlah strategi militer, melainkan lebih mengarah pada keputusan-keputusan kebijakan yang diatur oleh kebijakan luar negeri dalam tindakan-tindakan khusus saja. Dalam hal ini peran individu sangat penting. Aplikasi yang lebih spesifik dapat dilihat dari perspektif demokrasi dalam pembuatan kebijakan luar negeri yang umumnya fokus pada tingkatan proses kebijakan luar negeri yang konsisten dengan pengawasan publik dan akuntabilitas. Esensi dari kebijakan luar negeri yang demokrasi menurut Clarke adalah sebuah tindakan alternatif yang dilihat lebih konsisten dengan nilai-nilai sosial.

Menurut Clarke konsep mengenai ‘model aktor rasional’ dalam pelaksanaannya sering menimbulkan pengertian yang bersifat ambigu. Menurutnya, jika keputusan yang diambil oleh negara adalah benar maka dapat dikatan bahwa negara adalah aktor yang rasional. Akan tetapi jika keputusan yang diambil oleh negara adalah salah apakah negara dapat dikatakan sebagai aktor yang irrasional ?.


b.      Asumsi Administratif

Sederhananya, asumsi ini adalah bagaimana proses pelaksanaan dari kebijakan luar negeri suatu negara berdasarka pada fakta bahwa keputusan tunggal yang penting biasanya sulit untuk ditemukan. Selai itu, keputusan-keputusan yang diambil oleh pemimpin-pemimpin untuk mengartikulasikan nilai-nilai politik menjadi konsentrasi dan fokus pada sistem sebagai sebuah struktur yang mengatur.

Sebagian besar pengaruh dari perspektif-perspeektif ini melibatkan model-model organisasi dan birokrasi dalam proses kebijakan luar negeri. Clarke menyertakan pendapat dari Sidney Verba,” sebuah pandangan mengenai organisasi dibangun atas dasar pemikiran yang menganggap bahwa organisasi melakukan dominasi penetapan prosedur standar operasi yang terkadang dapat diterima atau dibatalkan”.



Berbeda dengan pendapat-pendapat sebelumya, James N. Rosenau dalam bukunya The Study of  Foreign Policy menjabarkan konsep dari kebijakan luar negeri kedalam tiga poin yang berbeda baik itu bidang cakupannya dan juga substansinya. Tiga poin tersebut adalah :

  • Pada level pertama, Rosenau memberikan pemahaman kebijakan luar negeri sebagai seperangkat prinsip atau orientasi umum yang menjadi dasar pelaksanaan hubungan luar negeri suatu negara. Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa kebijakan luar negeri memang merupakan suatu acuan yang menjadi dasar bagai hubungan luar negeri suatu negara, sehingga kebijakan luar negeri tidak hanya terfokus pada pencapaian kepentingan nasional suatu negara saja.

  • Pada level kedua, Rosenau memberikan pemahaman bahwa kebijakan luar negeri adalah seperangkat rencana atau komitmen yang menjadi pedoman bagi perilaku pemerintah dalam berhubungan dengan aktor-aktor lain di lingkungan eksternal. Jika dilihat dari uraian tersebut, Rosenau menekankan perumusan kebijakan luar negeri dilakukan bukan hanya sebagai dasar hubungan luar negeri dengan negara lain saja tapi juga aktor-aktor non negara. Jika ditelaah kembali, pada saat ini aktor-aktor non negara mempunyai peran yang penting dalam suatu hubungan luar negeri. Ditambah lagi isu-siu global saat ini seperti hak asasi manusia, kesetaraan gender, lingkungan hidup tidak hanya terbatas pada negara saja, sehingga kompleksitas politik global saat ini membuat peran aktor-aktor non negara tidak bisa dianggap remeh.


  • Pada level ketiga, Rosenau memberikan pemahaman bahwa kebijakan luar negeri adalah rencana dan komitmen yang diterjemahkan kedalam langkah atau tindakan yang nyata. Bedasarkan uaraian tersebut dapat dikatakan bahwa kebijakanluar negeri adalah suatu bentuk langkah atau tindakan real dari suatu negara dalam melakukan hubungan luar negeri.


Terlepas dari pendapat-pendapat para pemikir diatas, teori  kebijakan luar negeri telah berkembang pesat sejalan dengan meningkatnya kompleksitas interaksi antar negara-negara maupun dengan aktor non negara. Setiap negara mempunyai cara-cara atau langkah-langkah yang berbeda dalam menghadapi tantangan globalisasi dan interdependensi sesuai dengan kapabilitas masing-masing negara serta dinamika politik internalnya. Suatu kebijakan luar negeri dapat dikatakan sebagai kebijakan luar negeri yang ideal jika dalam perumusannya maupun pelaksanaannya selalu mempertimbangkan kepentingan dalam negeri negara yang bersangkutan. Tidak hanya itu, perlu untuk melakukan penyesuaian terhadap perkembangan yang terjadi dalam lingkungan internasional sehingga tidak terjadi kerugian bagi negara yang bersangkutan pada akhirnya. Dalam perkembangan studi kebijakan luar negeri , para pemikir ilmu hubungan internasional mulai melakukan pengembangan-pengembangan terhadap teori-teori yang baru yang menuntut para pembuat kebijakan luar negeri untuk memberikan respon terhadap proses demokratisasi dalam negeri dan juga kondisi globalisasi yang terjadi di lingkungan internasional.



Reference

Amstutz, R. Mark.1995.International Conflict and Cooperation: An Introduction to World Politics.Dubuque: Brown & Benchmark

Brian White & Michael Clarke.1989.Understanding Foreign Policy the Foreign Policy System and Approach. United State of America: Edward Elgar Publishing

Christine Daymond & Immy Holloway.2008.Qualitative Research Method. Yogyakarta:Bentang Pustaka

Lenter, Howard.1974.Foreign Policy Analysis: A Comparative and Conceptual Approach.Ohio: Charles F. Merril Publishing Company

Nincic, Miroslav.1992.Democracy and Foreign Policy: The Falacy of Political Realism.New York: Columbia University Press

Kenneth Thompson & Gavin Boyd (eds.).1976.World Politics: An Introduction.New York: Free Press


[1] Christine Daymond & Immy Holloway “Qualitative Research Method” (Yogyakarta:Bentang Pustaka, 2008),hlm.58.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar